SELAMAT DATANG di WARALABA AYAM PENYET.... Ambil Peluang Usaha AYAM PENYET... SEKARANG!!!!

CARA MEMASAK AYAM PENYET SECARA UMUM

Friday, January 2, 2015

Berkibar Dari Pangan Berbasis Petis



Petis sering digunakan sebagai bahan rujak juga temen makan tahu. Tapi beda yang satu ini namanya kerupuk petis. Di tangan Wieke Anggarini, si kerupuk ini bisa mendatangkan fulus jutaan rupiah.


Bermula dari berjualan tahu petis khas Semarang pada September 2006, kini Wieke Anggarini menambah produknya berupa kerupuk petis. Rupanya, ia menerapkan blue ocean strategy, karena di pasaran tidak ada produk yang sama. Hasilnya menunjukkan tanda-tanda positif. Dalam tiga bulan saja, tingkat produksi krupuk petisnya, yang ia beri merek Yudhistira, membengkak dari 330 kemasan menjadi 1.000 kemasan per bulan. Setiap kemasannya ia jual Rp 11.000 kepada para retailer atau reseller-nya. Artinya, dalam sebulan ia bisa mengantongi omzet Rp 11.000.000. Laba bersihnya, sekitar 40% dari omzet.

Omzet dari kerupuk petis ini hanya sekitar 15% dari seluruh omzet yang ia capai dari keseluruhan bisnis pangan berbasis petis yang ia lakoni. “Alhamdulilah sekarang angkanya sudah mulai naik karena orang mulai kenal (kerupuk petis). Tapi tetap saja persentase tertinggi berasal dari tahu petis, sekitar 60%. Setelah itu petis, sekitar 25%,” ungkap Wieke. Secara keseluruhan omzet pengusaha binaan Bank Mandiri ini mencapai Rp 73 juta  per bulan. Kalau net profit dari seluruh usaha Wieke sama untuk seluruh produknya, maka dalam sebulan ia bisa meraup untung bersih sekitar Rp 30 juta.

AWALNYA KURANG LAKU
Keinginan untuk membuat produk lain berbahan petis muncul setelah Wieke berhasil menjalankan usaha tahu petis dan petis, yang juga ia beri merek Yudhistira. Saat ini, penjualan tahu petisnya, dilakukan di 20 gerai yang tersebar di Jakarta, Bekasi, Cibubur, Depok, Klaten, Sleman, dan Sidoarjo. Di gerai-gerai itu pula, plus beberapa outlet toko buah All Fresh dan Total, petis produksinya dijual.

Lalu mengapa Wieke memilih kerupuk petis sebagai produk barunya? “Saya tetap ingin mengangkat (nama) petis, karena saya menghasilkan petis,” ungkap wanita kelahiran Semarang ini. Untuk mewujudkan produk baru tersebut, percobaan membuat kerupuk petis pun ia lakoni hingga beberapa kali, dalam waktu sekitar tiga bulan. “Akhirnya, ketemulah singkong sebagai bahan utama yang paling pas,” tambah ibu seorang anak ini. Berbeda dari kerupuk singkong pada umumnya, kerupuk petis buatan Wieke memiliki campuran rasa manis, gurih, dan sedikit pedas.
Untuk memproduksi kerupuk petis mentah, istri dari Donny Taufik ini bermitra dengan pembuat kerupuk singkong di Bekasi. Setelah itu, proses penggorengan dan pengemasannya dilakukan di rumah Wieke di bilangan Jatiwaringin, Pondok Gede, Bekasi.

Untuk produksi pertama, Wieke menggunakan 100 kg singkong. Hasilnya, kerupuk petis goring sebanyak 330 kemasan. Setengah dari produksi pertama Wieke gunakan untuk pengenalan dan setengahnya lagi ia jual. Pengenalan produk ia lakukan selama Januari – Februari 2012, termasuk kepada kepada para calon reseller-nya. Bulan berikutnya, penjualan mulai dilakukan di semua tempat penjualan petis Yudhistira. “Dimana ada petis Yudhistira, di sana ada kerupuk petis Yudhistira juga,” tutur Wieke. Selain itu, ia juga menjual kerupuk petisnya melalui reseller, dan lewat internet.

Awalnya, kerupuk petis ini kurang laku. Namun pada bulan ketiga, penjualan kerupuk petisnya mulai menunjukkan grafik menaik. Kini, dalam sebulan Wieke membutuhkan singkong tak kurang dan 300 kg untuk memenuhi pasar lebih dari 1.000 kemasan. Kerupuk tersebut dijual

BERKAT PKBL BANK MANDIRI
Untuk mulai memproduksi kerupuk petis, Wieke menyisihkan sebagian uang pinjaman dari Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) Bank Mandiri, yakni sebanyak Rp 2.000.000. Modal usaha itu ia gunakan untuk membeli bahan baku kerupuk dan kemasan. Ia telah mengikuti PKBL sejak 2010. Dari program tersebut ia mendapatkan kredit pertama senilai Rp 10.000.000. Masa angsurannya selama satu tahun. Kredit tersebut  ia gunakan untuk keperluan pengemasan petis. Kredit kedua ia dapatkan pada 2011 senilai Rp 15.000.000. Sebagian kredit inilah yang ia gunakan untuk memulai produksi kerupuk petis. Sebagian besar lainnya untuk keperluan pengembangan usaha tahu petis dan petis, termasuk untuk pembelian mesin pengaduk petis.

Bisa membeli sarana produksi memang merupakan salah satu keuntungan mengikuti PKBL yang dirasakan Wieke. Manfaat lain, “Dengan menjadi nasabah PKBL Bank Mandiri kami mendapat banyak kesempatan untuk berpromosi,” ujar sarjana manajemen dari Universitas Katholik Sugijapranata, Semarang ini. Setiap ada kegiatan Bank Mandiri, ia selalu diajak serta. Dari kegiatan itu semakin banyak orang mengenal produk-produk Wieke. Berkat nama yang mulai berkibar itu pula, ia bisa mengikuti Pasar Malam Indonesia di Malieveld – Den Haag pada 29 Maret – 1 April 2012 atas undangan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Republik Indonesia. Di sana, kerupuk petisnya cukup digemari karena dianggap sebagai snack.

DARI TAHU PETIS HINGGA KERUPUK PETIS

September 2006: Wieke memulai usaha pangan berbasis petis dengan menjual tahu petis di Pasat Tebet Timur.
Januari 2010: Wieke mulai memasarkan petis siap saji dalam kemasan botol 310 g. Pemasarannya di gerai tahu petis Yudhistira, beberapa outlet toko buah All Fresh dan Total, internet.
Maret 2012, Wieke mulai memasarkan kerupuk petis dalam kemasan aluminium foil dan plastik 90 g. Pemasarannya di tempat-tempat penjualan petis Yudhistira, melalui reseller, dan internet.
Nah itu tadi bisnis kerupuk petis yang bisa anda jadikan inspirasi dalam berbisnis. Semoga dapat menambah inspirasi Anda.

Sumber : www.idebisnis.biz


No comments:

Post a Comment