SELAMAT DATANG di WARALABA AYAM PENYET.... Ambil Peluang Usaha AYAM PENYET... SEKARANG!!!!

CARA MEMASAK AYAM PENYET SECARA UMUM

Thursday, November 19, 2009

Cetak Pengusaha Ubah Kurikulum


Oleh : Wulan Tunjung Palupi


Kewirausahaan bisa masuk ke mata pelajaran, disebar atau ditarik jadi mata pelajaran sendiri.


Terlambat memang lebih baik dibandingkan tidak sama sekali, walaupun tentunya jauh lebih baik jika tidak terlambat. Boleh jadi Indonesia cukup terlambat dalam upaya menanamkan jiwa kewirausahaan di kalangan generasi muda. Namun, setidaknya upaya untuk mencetak lebih banyak pengusaha di negeri ini mulai didukung melalui pendidikan formal.

Setelah mencoba menyemaikan benih-benih kewirausahaan di kampus, mulai 2010 langkah untuk menciptakan semangat menjadi pengusaha dimulai dari level yang lebih dini lagi, yakni SMA. Ke depannya, subjek kewirausahaan akan mulai diperkenalkan sejak sekolah dasar (SD). Menteri Pendidikan Nasional M Nuh memasukkan penyelesaian kurikulum kewirausahaan dalam program 100 harinya. Targetnya, subjek kewirausahaan sudah masuk dalam kurikulum SMA pada 2010.

Mendiknas baru ini mengelak jika kurikulum pendidikan yang menyisipkan kewirausahaan sama dengan merombak kurikulum. Menurut dia, kurikulum pendidikan selama ini tidak diubah, namun hanya dimasukkan substansi pendidikan kewirausahaan.

Inti dari substansi kewirausahaan pada kurikulum intinya adalah pembentukan karakter kewirausahaan pada peserta didik, termasuk rasa ingin tahu, fleksibilitas berpikir, kreativitas, dan kemampuan berinovasi. Substansi kurikulum berbasis kewirausahaan selanjutnya akan menjadi bagian materi pelajaran pada setiap jenjang pendidikan, mulai dari sekolah dasar (SD) hingga perguruan tinggi. Bentuk materi kewirausahaan akan disesuaikan dengan jenjang pendidikan.

"Kewirausahaan bisa masuk ke mata pelajaran, disebar atau ditarik jadi mata pelajaran sendiri. Tapi, ini masih harus dihitung dulu supaya sesuai dengan batas maksimum dari waktu belajar yang harus ditanggung siswa," ujar M Nuh.

Memulai pelatihan guru
Mengubah pola pikir bukanlah hal yang mudah dan membutuhkan waktu yang relatif panjang. Untuk itu, langkah awal untuk mencetak pengusaha adalah dengan memberikan pelatihan pada guru.

"Pola pikir dogmatis harus ditinggalkan oleh sekolah dan guru. Depdiknas sedang menjadwalkan untuk memberi pelatihan pendidikan kewirausahaan kepada para guru dan dosen, guna mendukung penerapan kurikulum berbasis kewirausahaan pada semua jenjang pendidikan,'' kata M Nuh.

Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Depdiknas Fasli Jalal menegaskan, untuk mendukung program kewirausahaan di perguruan tinggi, Depdiknas akan mengucurkan dana Rp 108 miliar pada 2010. Dana tersebut untuk menambah 200 pusat studi kewirausahaan.

Tahun ini, Depdiknas telah mendirikan 300 pusat studi kewirausahaan di perguruan tinggi negeri dan swasta. ''Kalau perlu, akan kami tambah lagi anggaran tahun depan,'' katanya. Sejak tahun lalu, mata kuliah kewirausahaan sudah menjadi mata kuliah pilihan pada berbagai jurusan di tingkat universitas.

Pemerintah, ujarnya, mendukung kegiatan itu dengan membangun pusat-pusat kewirausahaan mahasiswa dan pelatihan kewirausahaan bagi mahasiswa dan dosen, bekerja sama dengan perusahaan swasta dan badan usaha milik negara. Dalam pusat studi itu, lanjut Fasli, siswa akan belajar cara-cara menciptakan dan mengelola sebuah usaha.

Ia mencontohkan, mahasiswa Fakultas Pertanian akan diajari cara-cara memasarkan produk pertanian dan mengelola bisnis, termasuk pembukuan. Fasli menuturkan, pemerintah akan mengajak perusahaan swasta dan BUMN untuk ikut memberikan pelatihan ataupun dukungan dana, guna mendukung kegiatan pusat studi kewirausahaan.

Depdiknas memperkirakan, hasil keluaran kurikulum kewirausahaan dapat terlihat dalam satu tahun masa ajaran. Pemerintah tinggal menengok berapa banyak siswa yang menjadi wiraswasta setelah lulus. Namun, untuk membentuk mental dan mindset wirausaha para pelajar ataupun mahasiswa, dibutuhkan waktu cukup lama. ''Butuh waktu paling tidak lima tahun,'' kata Fasli.

Presiden Universitas Ciputra Entrepreneurship Center (UCEC), Antonius Tanan, berpendapat pendidikan kewirausahaan menuntut guru mau mengubah cara belajarnya yang tidak melulu teoretis. Di negara-negara lain yang juga memberikan pendidikan kewirausahaan di sekolah, pembelajarannya dilakukan dengan menekankan praktik lewat proyek-proyek untuk membuat siswa memahami sikap dan keterampilan, yang dibutuhkan untuk menjadi wirausahawan yang baik dan sukses.

Menurut Antonius, pendidikan entrepreneurship merupakan hal yang baru bagi guru. Karena itu, para pendidik tersebut perlu dilatih secara tepat sehingga mereka menemukan metodologi pembelajaran kewirausahaan yang menarik bagi siswa.

"Langkah praktis, misalnya, mengadakan kegiatan yang memberi ruang bagi siswa untuk terlibat langsung mempraktikkan kewirausahaan, seperti entrepreneurship week di sekolah," ungkapnya.

Sebelumnya, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mengusulkan kewirausahaan masuk dalam kurikulum pendidikan. Menteri Perindustrian MS Hidayat yang juga ketua Kadin mengungkapkan, usulan tersebut bermula dari keprihatinan para pengusaha terhadap minimnya jumlah wirausahawan. Saat ini, orang Indonesia yang menjadi wirausahawan masih di bawah satu persen dari total jumlah penduduk, atau tak lebih dari 2 juta orang.

Ia menambahkan dengan adanya kurikulum kewirausahaan, pihaknya berharap jumlahnya menjadi 2-5 persen. Padahal di Singapura, jumlah wirausahawan hampir mencapai 10 persen dari jumlah penduduk. Berbagai studi menunjukkan, jumlah pengusaha berbanding lurus dengan kemakmuran di suatu negara. Yang jelas, semakin banyak jumlah pengusaha akan semakin menekan jumlah pengangguran.

Semoga langkah ini bisa menjadi awal rasio jumlah pengusaha dibandingkan jumlah penduduk mencapai 12 persen, seperti rata-rata negara-negara maju. ed: damhuri

Keberanian Dan Timing

August 7, 2009 by admin
Filed under: Jadi Entrepreneur

image0051Dalam dialog bisnis yang diadakan oleh Assosiasi Manager Indonesia (AMA) Yogyakarta beberapa waktu lalu, ada seorang peserta dialog yang menanyakan kepada saya, tentang bagaimana faktor keberuntungan dan faktor timing menentukan keberhasilan dalam bisnis?

Seberapa penting faktor keberuntungan itu bagi pengusaha? Orang-orang China punya kebiasaan, jika ingin terjun ke dalam bisnis, maka kita harus punya hoki atau keberuntungan yang besar. Kalau tidak punya, maka bisnis kita akan bangkrut.

Kalau ternyata kita tidak punya keberuntungan, maka disarankan kita jangan mendirikan bisnis. Padahal, menurut saya, yang namanya keberuntungan atau hoki itu sebenarnya adalah bagian dari hidup yang tidak dapat kita control. Tidak dapat kita duga. Dan, sesungguhnya itrulah hidup. Bagaimana kita tahu, bahwa kita punya keberuntungan, kalau kita belum pernah mencobanya. Keberuntungan harus dibuktikan, bukan hanya diangan-angankan.

Saya berpendapat, bahwa bisa saja kita punya keberuntungan. Hanya saja, oleh satu keadaan tertentu, keberuntungan itu bisa saja lantas pergi. Berbeda dangan timing, dalam setiap kegiatan bisnis yang kita lakukan, maka kita bisa mengontrolnya. Artinya, timing lebih sedikit bisa dikendalikan daripada keberuntungan.

Oleh karena itulah, menurut saya, memang mungkin saja bisnis itu bisa kita mulai atau kita ambil saat ini. Tetapi bisa saja, kalau kita mulai sejak lima tahun lalu. Sehingga timing ini sedikit bisa kita control. Jelas hal itu menunjukan, bahwa peluang bisnis itu sesungguhnya datangnya tidak mengenal waktu.

Hari ini bisa saja saatnya kita mengambil peluang bisnis itu. Dan kalau ditunda, tak mustahil akan diambil orang lain dan kita kehilangan peluang bisnis itu, saya kira, orang pertama yang menjual minuman Aqua di Indonesia, yakni Tirto Utomo, juga membutuhkan perjuangan sekitar 8 tahun untuk bisa eksis seperti sekarang ini.

Mungkin saja, waktu produk itu pertama kali dimunculkan, belum saatnya atau timing-nya kurang tepat. Sebab sebagian besar yang membeli produk Aqua tersebut adalah orang asing. Tapi ternyata dari waktu ke waktu orang Indonesia mulai menggemari minuman Aqua itu. Sehingga, orang kemudian mengenal air putih dengan menyebut “Aqua”.

Begitu juga pada the botol, yang pertama kali diperkenalkan oleh Pak Sosro. Dimana, pada saat itu Teh Sosro masuk di pasar, juga bukan pada timing yang tepat. Sehingga, produk itu untuk bisa sampai dikenal dan digemari masyarakat, membutuhkan perjuangan yang keras.

Jadi saya kira, ada atau tidaknya keberuntungan di dalam kita berbisnis, sebaiknya tidak terlalu kita pikirkan hal itu, karena memang tidak bisa kita control. Tapi sebaiknya dengan timing itu tepat, dan mudah-mudahan itu sesuai dengan keberuntungan kita.

Bukan Melulu Karena Uang

April 16, 2009 by admin
Filed under: Jadi Entrepreneur

gatesSaya kira, tidak sedikit obsesi entrepreneur dalam menekuni bisnisnya, bukan semata karena uang. Banyak dari mereka yang maju karena visi, yaitu ingin menciptakan lapangan pekerjaan, dan dari usaha itu mempunyai dampak sosial yang positif, maka hal itu pun sudah merupakan sesuatu yang sangat memuaskan dirinya.

Bahkan, saya merasakan, bahwa dengan memiliki visi itu, maka kalaupun usaha yang kita jalankan tidak untung, tetapi tetap jalan, maka hal tersebut bukanlah merupakan permasalahan yang amat penting.

Selama ini saya jarang melihat, adanya entrepreneur yang mencapai puncak prestasinya, dengan cara lebih menempatkan uang sebagai penggerak utamanya. Tapi saya berpendapat, keberhasilannya karena dia memang lebih punya kemampuan menggerakan visinya. Sehingga, sosok entrepreneur seperti ini, selalu saja punya keinginan mengubah cara kerja dunia.

Mereka selalu kreatif dan inovatif. Mereka menikmati apa yang dilakukannya. Pendeknya, visi itulah yang sebenarnya menggerakan entrepreneur melakukan sesuatu yang akhirnya usahanya meraih kesuksesan. Hanya saja, untuk bisa menjadi entrepreneur yang baik, maka perlu memiliki kebebasan untuk mengejar visi-visi tersebut. Sebaliknya, jika tak dapat melakukannya, maka kita tidak akan pernah memperoleh keuntungan dari hal tersebut.

Pengusaha yang bisa jadikan contoh memiliki visi luar biasa adalah Bill Gates pendiri perusahaan komputer perangkat lunak terbesar di dunia, Microsoft Corp, yang baru-baru ini meraih gelar Doctor (HC) di sebuah Universitas di Jepang. Pengusaha ini termasuk orang tersukses pada akhir abad ke-20 dalam kategori bisnis. Namun, dari apa yang saya pahami, keberhasilannya itu karena ia memilki visi dan komitmen untuk sukses, dan ternyata Bill Gates sangat menikmatinya. Jelas bahwa kesuksesannya nyata-nyata bukan semata-mata karena soal uang, tetapi karena memliki komitmen yang luar biasa pada visinya. Sesuatu yang mungkin sulit kita bayangkan sebelumnya.

Dalam konteks ini, saya sependapat dengan Frend Smith, pendiri dan CEO Federal Express Corporation, bahwa untuk bisa menjadi entrepreneur sukses, semestinya kita juga memilki kemampuan melihat sesuatu yang tidak bisa dilihat orang lain. Atau minimal melihat sesuatu dalam cara yang berbeda dari orang lain yang melihatnya secara tradisional.

Jadi menurut saya, sebaiknya kita sebagai seorang entrepreneur memilki kemapuan membuat visi mas depan. Disamping juga, kiat harus mampu menggunakan intuisi, bahkan kalau perlu kita pun sering membuat perubahan “revolusioner”. Dengan begitu, setidaknya kita memilki kemampuan melihat masa depan dengan lebih baik. Kita harus yakin, bahwa tahun-tahun ke depan akan menjadi masa terbaik bagi para entrepreneur. Maka tak ada salahnya kalau kita berani meraihnya.

Jadi Entrepreneur Semua Bisa

April 8, 2009 by admin
Filed under: Jadi Entrepreneur

emaindMenjadi Entrepreneur, saya yakin siapa pun bisa. Hal ini, sengaja saya ungkap dalam tulisan ini, mengingat di lapangan kita masih sering melihat bahwa kebanyakan orang Padang, Bugis, atau keturunan China itu lebih berhasil di bidang bisnis dibanding lainnya. Sehingga disimpulkan, bahwa hal itu karena sifat keturunan atau atau bakat.

Saya kira itu bukan satu-satunya. Justru yang benar, menurut saya, anak-anak mereka sejak kecilnya memang sudah belajar secara informal tentang bisnis (yang menjadi dunia orang tuanya) dari lingkungan keluarganya terus menerus, dan kemudian merekamnya dalam memori otaknya, yang selanjutnya membentuk pola berpikir dan cara perilaku.

Dalam kontek ini, saya justru berpendapat, meski kita tak dapat bakat dagang, bisa saja jadi pedagang atau wirausahawan. Karena itu, janganlah kita merendahkan diri hanya karena persoalan berbakat atau tidak. Menurut saya, untuk menjadi pengusaha itu juga tidak mengenal usia tua atau muda. Kaya atau miskin. Jenius atau tidak. Mahasiswa atau bukan. Sudah sarjana atau belum. Dan, gelar formal seseoarang itu, saya kira, bukanlah jaminan atau faktor penentu satu-satunya untuk berhasil menjadi pengusaha.

Bahkan, Al Ries, seorang penulis buku: “Positioning: The Battle of Your Mind”, ini pernah mengungkap, bahwa lebih dari lima puluh persen anggota eksekutif puncak di McDonald’s Corporation, ternyata juga tidak bergelar akademis. Namun, mereka mampu meraih kesuksesan yang luar biasa.

Selain itu, untuk menjadi pengusaha, juga tidak mengenal etnis. Artinya, etnis apa pun bisa menjadi pengusaha yang sukses. Maka, sebaiknya janganlah ada kekhawatiran lainnya yang mungkin masih terbayang di benak kita atau intinya kita “alergi” dengan dunia usaha.

Sebab, sesungguhnya keberhasilan seseorang menjadi pengusaha sangat tergantung pada kemampuan kita untuk merekayasa diri melalui pengalaman hidup di luar keluarga. Misalnya, bisa melalui pendidikan atau pelatihan atau mentoring. Atau bisa juga kita belajar dari pengalaman di lapangan atau istilahnya “Universitas Kehidupan”.

Apalagi, kalau kita juga mampu melaksanakan empat tugas pokok seorang wirausahawan yaitu: tugas kreatif, tugas manajerial, tugas interpersonal, dan tugas kepemimpinan. Hal tersebut akan lebih memungkinkan lagi bagi kita, untuk lebih bisa meraih keberhasilan dalam karier sebagai pengusaha yang sukses.

Maka, sekali lagi, percayalah pada kemampuan kita. Pemikiran pesimis yang membuat kita merasa tidak mampu menjadi pengusaha, itu harus kita buang jauh-jauh. Sebaliknya, kita tidak hanya yakin sekedar bisa menjadi pengusaha, tapi kita pun akan semakin yakin dan mampu menjadi pengusaha yang sukses.

Saya yakin, dengan kita bersikap begitu, pasti selalu ada jalan untuk menjadi penusaha yang sukses. Itu ibarat air yang tak akan mulai mengalir kalau krannya belum diputar. Anda berani coba?

Proses Kreatif Berwiraswasta

May 15, 2009 by admin
Filed under: Jadi Entrepreneur

Salah satu tugas kita sebagai pengusaha, selain memiliki keterampilan interpersonal, leadership dan managerial, juga harus mampu melakukan tugas kreatif. Saya yakin, selama pengusaha itu kreatif, maka usahanya akan tetap eksis dan berkembang maju.

Jadi intinya, menjadi pengusaha itu memang harus kreatif. Seolah tiada hari tanpa kreativitas. Karena itulah, kini saatnya kita untuk terus kreatif. Ini mengingat macamnya usaha di Indonesia belum sebanyak di Amerika serikat atapun di Negara lain. Di Amerika Serikat misalnya, ada bisnis yang masih langka dan belum memasyarakat di Indonesia, yakni bisnis menyewakan pakaian dan perlengkapan bayi. Jadi sebenarnya banyak macam usaha yang bisa kita kerjakan, asal kita mau kreatif.

Di dalam kita memilih usaha juga harus kreatif. Begitu juga sewaktu kita menjalankan usaha itu pun harus kreatif. Maka, tak ada salahnya kalau suasana di perusahaan itu harus di ciptakan iklim yang kondusif untuk kita kreatif. Ide-ide kreatif yang semula tak pernah kita pikirkan, akan cenderung muncul. Hanya saja memang kreatif itu memerlukan proses, yakni proses kreatif. Jadi pada awalnya, untuk kreatif itu perlu persiapan, meski secara tidak formal. Tinggal, bagaimana kita sendiri membuat suasana kerja itu kreatif.

Dalam prosesnya, ternyata itu juga membutuhkan konsentrasi kita. Padahal, yang mungkin terjadi pada saat kita melakukan konsentrasi adalah menemui hambatan atau jalan buntu. Sehingga akibatnya, kita tak bisa berbuat apa-apa, atau mengalami frustasi. Dan, sebenarnya frustasi itu merupakan bagian dari proses kreatif itu sendiri.

Dalam kondisi inilah, menurut saya sebaiknya kita tidak menyerah atau putus asa. Jangan berhenti sampai disitu. Tapi, kita harus yakin, bahwa pada saatnya nanti wawasan atau iluminasi akan muncul. Kemnudian, kita melewati proses kreatif berikutnya, yaitu inkubasi atau pengendapan masuk ke dalam alam bawah sadar. Pada saatnya, yaitu pada kondisi yang tidak disengaja, bisa saja muncul iluminasi. Itu artinya ide kreatif telah kita temukan. Lantas yang perlu kita jalankan adalah mengolah atau menjalankan ide kreatif itu menjadi nyata, demi kemajuan bisnis kita. Bahkan menurut saya, untuk memberikan kepuasan pada pelanggan, kitapun harus menggunakan pendekatan yang kreatif. Termasuk juga bagaimana kita mencari modal atau dana pengembangan usaha, peningkatan kegiatan produksi, perbaikan desain, pemasaran, dan lain sebagainya.

Oleh karena itulah, orang kreatif itu sebenarnya adalah sama dengan orang yang berani mengambil resiko. Hanya tinggal seberapa besar sebenarnya kreativitas itu akan mempengaruhi resiko usaha yang dijalankan. Bahkan, saya berpendapat, bahwa seseorang yang berani berpikir kreatif, berarti dia sudah berani mengambil resiko itulah yang usahanya dapat berkembang maju, baik untuk saat ini maupun untuk masa depan.

Karier Entrepreneur

September 20, 2009 by admin
Filed under: Jadi Entrepreneur

entrepreneurPeter F. Ducker berpendapat, bahwa setiap orang dapat saja berkarier menjadi entrepreneur. “Tidak ada yang misterius”, begitu katanya. Mungkin saja, kehidupan entrepreneur itu lebih mudah beberapa tahun yang lalu. Di mana, membuat tetangga sebagai pelanggan begitu mudah. Tapi saya rasa, sekarang sudah beda. Tuntutan pasar semakin banyak, dan kualitas pun harus kita tingkatkan. Begitulah jika kita ingin hidup.

Tapi saya yakin, jika saat kita mau menekuni karier sebagai entrepreneur prospeknya sangat bagus dan sangatlah luas. Artinya, kita bisa kapan saja memulai bisnis. Dan, kita bisa jual produk atau jasa apa pun. Sedang, berapa jenis usaha yang bisa kita lakukan, tentu saja juga tergantung kemampuan kita.

Namun, dari sebuah survey mengungkapkan, bahwa rata-rata sekitar 44% entrepreneur yang terjun dalam dunia bisnis selama lebih dari 6 tahun, telah memiliki beberapa jenis bisnis yang tidak saling berhubungan atau tumpang tindih. Sementara 35% lagi entrepreneur hanya memiliki satu jenis bisnis, dan 21% lagi memiliki beberapa jenis bisnis yang masih ada hubungan atau rangkaian.

Lantas bagaimanakah agar kita bisa menjadi entrepreneur yang sukses? Dari berbagai pengalaman, saya melihat, bahwa ada 4 karakter seseorang bisa menjadi entrepreneur sukses, yaitu Pertama, adanya keinginan. Di mana, dia menggunakan keinginannya untuk sesuatu yang besar dari hal yang kecil. Selain itu juga ada keinginan membuat sesuatu yang belum ada sebelumnya, dan melakukan keinginan sesuai dengan cara yang ingin mereka lakukan.

Kedua, adanya intuisi. Kesempatan untuk jadi entrepreneur adalah sama untuk setiap orang. Tidak ada tes IQ. Bahkan, jika jika kita tidak pintar pun tidak menghalangi untuk jadi entrepreneur. Artinya, setiap entrepreneur yang sukses adalah mereka yang telah belajar mengembangkan intuisinya.

Ketiga, dia punya kesempatan untuk terus hidup walau punya utang. Jadi, semua entrepreneur telah bertahan melewati kariernya yang naik turun. Mereka pernah sukses, pernah gagal. Pernah menghasilkan uang, atau kehilangan uang, dan lain-lain. Bahkan, utang pun selalu ada di setiap bisnisnya. Saya rasa, ini adalah kenyataannya. Sebab, bagaimanapun seorang entrepreneur harus belajar beradaptasi dengan utang.

Keempat, Selalu optimis. Misalnya saja, ada peluang bisnis, namun karena ada alasan yang lebih logis, peluangnya itu tidak dikejarnya. Sebab, ia telah mempertimbangkan dengan intuisinya, dan menutupinya dengan optimisme. Jadi, menurut saya, entrepreneur itu adalah pencipta sekaligus pelaku bisnis. Dia membuat hidupnya dengan mengatasi berbagai alasan untuk tidak mengejar peluang bisnis, dan kemudian meyakinkan orang lain untuk mengikuti caranya.

Oleh karena itu, menurut saya, kalau kita memang ingin sukses berkarier sebagai entrepreneur, maka pastikan saja kita memiliki ke-4 karakter tersebut. Dan, sebaiknya jangan pernah kita merasa ragu untuk melangkah. Anda berani mencoba?

Jika Anak Ingin Bisnis

October 8, 2009 by admin
Filed under: Jadi Entrepreneur

954-200x800-child_business_person_in_suit_asleepJika anak kita ingin bisnis seperti profesi yang digeluti orang tuanya, bagaimana sebaiknya sikap kita sebagai orang tua menghadapi hal itu. Apakah kita apriori atau ingin ikuti saja keinginannya. Saya rasa, kasus ini tak sedikit dialami kalangan pengusaha, termasuk saya sendiri, yaitu ketika anak saya yang masih duduk di bangku SMP juga punya keinginan jadi pengusaha Warnet.

Menurut saya, hal itu wajar terjadi, karena barang kali anak kita sudah terbiasa dengan atmosfer bisnis. Meski, tak sedikit pula anak pengusaha yang sama sekali tidak ingin bercita-cita jadi pengusaha, karena dia tau ayahnya sangat sibuk. Sedangkan, untuk mendidik sendiri pun tidak mudah. Masalahnya, adalah faktor kedekatan emosional sangat besar, dan itu terkadang menjadi kendala perkembangan anak itu sendiri.

Sementara itu, saya melihat belum adanya sekolah yang menyiapkan seseorang jadi pengusaha. Sehingga, jika anak kita ingin jadi pengusaha, maka dirasa perlu ada orang lain yang kita percaya untuk menjadi pembimbingnya atau mentornya.

Hanya, di dalam kita melibatkan mentor dari keluarga, tetap harus direncanakan dengan baik. Dan, agar berhasil, menurut Patricia Schiff, kolumnis di “Entrepreneur Magazine”, kita harus memperhatikan faktor-faktor di bawah ini.

Faktor pertama, kita harus tahu siapa orang yang menjadi mentornya. Memiliki keterampilan dan dapat memberikan bimbingan, memang merupakan syarat utama. Dan kita sebagai orang tua, semestinya harus lebih dulu percaya sebelum mentor tersebut kita libatkan di dalam membimbing anak kita.

Faktor kedua, apa yang harus kita ketahui pada mentor. Artinya sebelum mentor dari luar keluarga itu menentukan aturan-aturan dalam memberikan bimbingan, sebaiknya kita perlu menjelaskan pada mentor tersebut, apa saja yang menjadi ruang geraknya, dan apa saja yang menjadi tanggung jawabnya. Misalnya saja,dia harus dapat mendidik sikap disiplin pada anak kita.

Faktor ketiga, adalah apa saja yang tidak boleh dilakukan mentor. Misalnya, dia tidak semestinya mencoba melakukan “sabotase” pada proses mentoring itu sendiri. Sebab, sebenarnya inti dari mentoring adalah bagaimana memberikan masukan bagi kemampuan anak kita di bidang bisnis. Sehingga proses tersebut nantinya, akan menjadikan anak kita lebih matang dalam bisnis.

Oleh karena itulah, saya kira, program mentoring semacam itu sebaiknya kita rencanakan untuk jangka waktu terbatas, 5 atau sampai 10 tahun. Sebab, saat inilah, kita sebagai pengusaha akan pensiun atau istirahat. Sementara, anak kita di saat itu telah siap menjadi pengusaha.

Berani Merantau

March 24, 2009 by admin
Filed under: Modal Awal

Kita itu memang harus punya keberanian merantau. Sebab, dengan keberanian merantau, kita akan lebih bisa percaya diri dan mandiri.
– Purdi E Chandra

roadBANYAK entrepreneur yang sukses karena ia merantau. Orang Tegal sukses dengan warteg-nya di Jakarta. Begitu juga orang Wonogiri sukses menekuni usaha sebagai penjual bakso. Orang Wonosari sukses sebagai penjual bakmi dan minuman. Sementara orang Padang, sukses dengan bisnis masakan Padang-nya.

Bahkan, orang Cina pun banyak yang sukses ketika dia merantau keluar negeri. Dan, tak sedikit pula, orang Jawa yang sukses sebagai transmigran di Sumatera. Juga banyak orang dari luar Jawa yang sukses bisnisnya ketika merantau di Yogyakarta. Tapi banyak juga orang Yogya yang sukses menjadi pengusaha atau merintis kariernya, ketika merantau di Jakarta. Hal itu wajar terjadi, karena orang-orang tersebut memang punya keberanian merantau.

Sebenarnya, apa yang diungkapkan di atas hanyalah sekedar contoh, bahwa orang bisa sukses sebagai entrepreneur, kalau orang tersebut memiliki keberanian merantau. Mengapa demikian?

Menurut saya, keberanian merantau itu perlu kita miliki, karena dengan merantau berarti kita berani meninggalkan lingkungan keluarga. Sebab, ketika kita berada di lingkungan keluarga, meskipun kita sudah tumbuh besar atau dewasa, namun tetap dianggap sebagai anak kecil.
Sehingga, hal itu akan membuat kita tergantung dan tidak mandiri. Akibat dari itu sangat jelas, kita mudah patah semangat atau putus asa. Tidak berani menghadapi tantangan atau risiko bisnis. Kita pun akan mudah tergantung pada orang lain.

Tapi beda halnya. kalau kita berani merantau. Hal itu berarti kita siap menjadi “manusia baru”. Kita harus siap menghadapi lingkungan baru, yang barangkali tak sedikit tantangan yang harus dihadapi. Dan, jika saat dulu kita belum tahu apa sebenarnya kelemahan kita, maka dengan merantau hal tersebut bisa diketahui. sedikit demi sedikit kelemahan tersebut akan kita perbaiki di tanah perantauan. Itulah sebabnya mengapa saya yakin, keberanian merantau yang membuat kita punya jiwa kemandirian itu, akan membuat kita lebih percaya diri dalam setiap langkah dalam bisnis maupun karier.

Jadi singkatnya, merantau itu akan membuat kita berjiwa “tahan banting”. Katakanlah, kalau usaha kita ternyata jatuh dan gagal, kita tidak terlalu malu, toh itu terjadi di kota lain. Dengan kata lain, berusaha di kota lain akan mengurangi beban berat, bila dibandingkan dengan merintis bisnis di kota kita sendiri.

Selain itu, keberanian merantau ke daerah lain, akan membuat kita dapat menyelesaikan persoalan sendiri. Bahkan, kita akan merasa tabu terhadap bantuan orang lain. Kita ada rasa untuk tidak mau punya hutang budi pada orang lain.

Oleh karena itulah, saya berpendapat, bahwa sesungguhnya ke-mandirian itu adalah semangat paling dasar dari kita untuk bisa meraih kesuksesan. Dan, alangkah baiknya jika sikap mandiri semacam itu bisa kita bentuk sejak kita masih sekolah.

Maka, jika kita ingin menjadi entrepreneur yang mampu meraih sukses dan “tahan banting”, salah satu kuncinya adalah kemandirian itu sendiri. Dan, kemandirian akan muncul jika kita berani merantau. Buktikan sendiri.

Peluang Bisnis Disekitar Kita

April 13, 2009 by admin
Filed under: Jadi Entrepreneur

opportunityDalam buku ini, saya juga ingin mengungkapkan di mana sebernarnya kita bisa menangkap peluang bisnis di sekitar kita. Istilah popularnya Economic of Opportunity (EOO). Saya kira ini penting. Oleh karena peluang bisnis itu sebenarnya ada di sekitar kita. Referensinya juga bisa didapat dari lingkungan kita juga dari membaca, mendengar cerita orang lain, seminar, jalan-jalan, atau wisata. Ini dapat membangkitkan inspirasi dan ide-ide bisnis serta pengembangannya. Namun untuk menangkap peluang di butuhkan keberanian, kejelian, dan kreativitas bisnis.

Sebenarnya di sekitar kita ini banyak sekali macam bisnis yang bisa diraih. Hanya saja, kita harus betul-betul memahami kebutuhan masyarakat konsumen. Sebagai contoh, di beberapa kota di Amerika Serikat, sudah banyak bisnis yang dikembangkan dari ide-ide sederhana seperti bisnis membangunkan orang tidur (morning call). Aneh, tapi itu nyata. Tentu pengguna jasa ini harus menjadi member terlebih dahulu dengan membayar annual fee dalam jumlah tertentu. Ada juga bisnis yang ada di sini masih langka dan belum memasyarakat yakni menyewakan pakaian & perlengkapan bayi.

Barang kali sekarang ini belum banyak yang kita temukan. Namun, saya yakin jika kreatif akan mampu melihat peluang bisnis sebanyak-banyaknya dan mampu menangkap satu atau dua diantaranya. Pendek kata, peluang bisnis tidak akan pernah ada habisnya, selama minat manusia masih menjalankan hajat hidupnya di dunia ini.

Dimana saja sebenarnya peluang bisnis ada di sekitar kita? Misalnya, saat Idul Fitri yang membawakan tradisi kirim mengirim parcel & buah tangan lainnya, walau itu sifatnya musiman, namun saya melihat itu adalah peluang bisnis. Awalnya musiman, tetapi bila dikembangkan dan ditekuni dapat dijadikan bisnis permanen bersama berkembangnya kehidupan masyarakat.

Keterampilan tertentu juga bisa dijadikan peluang bisnis. Terampil di bidang elektronika misalnya, bisa membuka bisnis reparasi dan maintenance alat-alat elektronik. Ahli di bidang komputer bisa membuka bisnis software dan hardware. Terampil di mesin, bisa memulai bisnis dari servis motor atau mobil. Atau barang kali, punya kreativitas yang berciri khas dan unik, kita bisa merintis kreatif, seperti kaos Dagadu itu.

Bahwa produk ini akhirnya jadi souvernir khas Yogya, itu sebagai bukti bahwa kreativitas bisa jadi peluang bisnis yang menarik untuk digeluti. Maka, tidak ada salahnya, jika kita juga mencoba mengembangkan kreativitas yang tidak lazim dan unik, agar bisa dijadikan peluang bisnis.

Tingkat pendidikan kita juga bisa menjadi peluang bisnis dengan pengembangan profesi. Misalnya sarjana matematika. Sarjana Sastra Inggris memulai usaha dengan membuka kursus bahasa inggris. Peluang bisnis ini juga ada di lingkungan keluarga. Bisa dimulai dengan berbisnis makanan atau catering dan keluarga bisa diajak serta, dan bisnis ini bisa dikelola dari rumah.

Peluang itu juga terdapat di lingkungan pekerja, organisasi, dan tetangga. Tentu saja, di lingkungan itu kita banyak teman. Maka, jika punya produk tertentu, kita bisa jual produk tersebut kepada mereka. Bahkan relasi kita pun bisa jadi peluang bisnis. Misalnya, bisa pinjam uang pada relasi untuk modal usaha. Produk yang dihasilkan, selain bisa di jual pada orang lain, juga pada relasi kita itu. Dengan begitu, kita tak hanya jeli mencari peluang bisnis, tapi juga mampu menciptakan pasar.

Begitu pula, jika punya hobi. Misalnya melukis, bia jadi pelukis dan lukisan itu bisa kita jual di galeri. Bagi yang hobi senam aerobic atau body language, bisa berwirausaha buka studio senam. Bahkan, peluang bisnis itu juga bisa diraih saat kita melakukan perjalanan ke luar kota. Ide bisnis bisa muncul setelah kita melihat bisnis di kota lain, dan itu bisa dijalankan tidak sia-sia, ada baiknya pastikan dulu pasarnya.

Tapi, tentu, peluang bisnis itu hanya bisa diraih, jika kita jeli dan gigih. Ingat pepatah yang mengatakan: “Tidak ada usaha, tidak ada hasil”. Oleh Karena itu, sebaiknya jangan ragu di dalam setiap meraih peluang bisnis yang ada di sekitar kita. Soal besar kecilnya peluang jangan jadi masalah. Tangkap dulu peluang yang ada. Dan, jangan khawatir peluang bisnis yang berikutnya pasti akan mengikuti. Bisnis itu selalu mengalir, seperti bola salju, dimulai dari yang kecil lalu menggumpal menjadi besar.

Memulai Bisnis Baru…

April 19, 2009 by admin
Filed under: Jadi Entrepreneur

bisnisSaya percaya, bahwa setiap tahun telah cukup banyak orang yang masuk dunia bisnis. Mereka umumnya melakukan tiga cara. Yakni, membeli bisnis yang sudah ada, menjadi partner dalam sebuah franchise, atau dengan memilki bisnis baru.

Jika ingin memulai bisnis baru, tentu kita harus bisa menjawab empat pertanyaan ini. Pertama, produk atau layanan apakah yang akan kita buat, dan itu untuk siapa? Kedua, mengapa harus usaha itu? Mengapa calon pelanggan harus membeli dari kita? Apa yang akan kita berikan jika ternyata produk itu belum ada? Bagaimana kompetisinya? Apa keuntungan yang kita peroleh dari kompetisi itu? Ketiga, apakah kita mempunyai sumbernya? Apakah kita akan mendapatkan order? Apakah order itu datang segera? Keempat, siapa pasar kita? Lantas dari manakah ide untuk mulai bisnis baru itu berasal?

Hasil sebuah survey di AS, yang terulang dalam buku The Origins of Entrepreneurship, memang disebutkan, bahwa 43% pengusaha itu dapat ide dari pengalaman yang diperoleh saat dia bekerja di industri yang sama. Mereka tahu operasional suatu usaha dan umumnya punya jaringan kerja sama. Sebanyak 15% pengusaha dapat ide bisnis saat melihat orang lain mencoba suatu usaha. Sebanyak 11% pengusaha dapat ide saat melihat peluang pasar yang tidak atau belum terpenuhi, 7% pengusaha dapat ide karena telah meneliti secara sistematik kesempatan berbisnis, dan 3% pengusaha dapat ide karena hobi atau tertarik akan keragaman tertentu. Di Indonesia sendiri bagaimana?

Saya kira dalam konteks ini, kita tidak harus sependapat dengan hasil data tersebut. Data 43% pengusaha itu dapat ide dari pengalaman yang diperoleh ketika bekerja di industri yang sama, itu menunjukkan bahwa dia tipe pengusaha yang hanya berani memulai bisnis baru karena hanya semata melihat sisi terangnya saja. Menurut saya, jika kita memang benar-benar ingin memulai bisnis baru, semestinya peluang pasarlah yang lebih kita jadikan pijakan.

Sekolah Entrepreneur (1)

By M. Suyanto

Stanford University dan Harvard Univesity merupakan sekolah bisnis yang telah menghasilkan entrepreneur yang handal. Bahkan Harvard terpilih sebagai sekolah bisnis terbaik dunia. Meskipun demikian Harvard University masih mendapatkan kritik dari salah seorang pengusaha yang pernah diundang menjadi dosen tamu di Harvard University. Dosen tersebut adalah McCormack, dengan membeberkan apa yang tidak diajarkan di Sekolah Bisnis (Harvard Univesity). Kenapa tidak diajarkan? Karena dosen Harvard tidak bisa mengajarkannya. Hal yang tidak diajarkan adalah kreativitas dan inovasi. Padahal kreatifitas dan inovasi merupakan bagian dari jiwa entrepreneur. Entrepreneur merupakan orang yang menanggapi setiap perubahan lingkungan secara kreatif dan inovatif.

Ada sekolah yang dapat mengajarkan tidak saja kreativitas dan inovasi, tetapi mengajarkan manusia dengan kemampuan yang lengkap. Sekolah tersebut mengajarkan manusia sebagai Bani Adam yang sebenarnya, yaitu manusia yang mampu mengendalikan diri dari makan dan minum berlebihan, berpakaian berlebihan, berkendaraan berlebihan dan berkeinginan yang berlebihan. Manusia yang tidak serakah.

Sekolah tersebut juga mengajarkan manusia menjadi basyar, yaitu orang yang mempunyai kemampuan menjaga jasmaninya dan jiwanya tetap sehat dan fit. Jasmani ibarat sebuah mesin yang terus menerus bekerja. Agar mesin tersebut bekerja dengan baik dan tahan lama perlu dipelihara dengan baik. Jiwa ibarat irama mesin bekerja. Keduanya harus berpadu menjadi satu dan harmonis.

Sekolah tersebut membuat muridnya menjadi insan, yaitu orang mempunyai kemampuan berpikir yang luar biasa, sehingga dapat menyerap ilmu pengetahuan yang luar biasa, termasuk pengetahuan bisnis. Peluang cenderung berpihak pada orang yang terlatih, yang tidak sekadar menggunakan logika, tetapi memadukan dengan intuisi. Jika logika diibaratkan matahari, maka intuisi merupakan bulannya. Keduanya merupakan hal yang sangat penting dalam bisnis yang harus dimiliki oleh orang yang bergelar insan.

Sekolah tersebut membuat muridnya menjadi annas, yaitu murid yang dapat bergaul dengan atasan, bawahan dengan teman sekerja dengan baik. Rahasia bekerjasama dalam komunikasi. Komunikasi yang sejati hanya akan terwujud jika mampu mengerti maksud, perkataan dan perasaan lawan komunikasi kita. Kita harus memahami lawan bicara kita, setelah itu kita baru dipahami oleh lawan bicara kita.

Sekolah tersebut dapat pula menjadikan muridnya dengan sebutan abdun, yaitu murid yang mempunyai kemampuan mengabdi kepada Allah dengan baik, sebagai senjata pamungkas di kala menemui cobaan ataupun kesulitan. Sekolah yang dapat meningkatkan kecerdasan spiritual. Kecerdasan spiritual membuat kecerdasan rasional dan kecerdasan emosi menjadi lebih efektif. Memanglah sekolah ini menjadikan manusia paripurna, atau insan kamil. Sekolah yang dapat mengalahkan Harvard University maupun Stanford University tersebut, bahkan sekolah terbaik tanpa tandingan di dunia ini bernama Puasa Ramadan.

Bodol, Botol, dan Bobol

September 23, 2009 by admin
Filed under: Jadi Entrepreneur

purdiAda satu pertanyaanyang menarik untuk kita simak dari seorang peserta Entrepreneur University angkatan ketiga di Jakarta beberapa waktu lalu. “Kenapa sih Pak, saya tak punya keberanian dalam berbisnis. Rasanya sulit sekali. Apalagi saya cukup punya duit, keahlian dan ide bisnis. Apa mungkin saya bisa berbisnis?” ujarnya. Saya yang ditanya soal masalah yang satu ini, sambil bercanda balik bertanya.”Apakah Bapak ketika masuk kamar mandi juga harus berpikir lebih dahulu satu atau dua jam sebelumnya?”, tanya saya. Dia agak terkejut mendengarnya, pikirnya kok aneh pertanyaan saya ini. “Ah…nggak perlu saya pikir dong, pak. Masak masuk kamar mandi saya harus pikir dulu satu atau dua jam sebelumnya. Wah, Bapak ini gimana sih,” jawabnya bersemangat. Mendengar jawaban spontan itu, serentak peserta yang sebagian besar ibu rumah tangga, karyawan, pensiunan, dosen, dan bahkan ada yang bergelar master serta docktor itu tertawa lepas. “ Yah, seperti itulah, kalau kita mau bisnis, “ jawab saya singkat. ”Enggak usah terlalu dipikir-pikir.”

Saya berpendapat, kenapa energi kita hanya untuk berpikir dan berpikir terus mau bisnis apa, tapi tidak ada wujudnya. Saya kira, kalau kita mau bisnis saja sudah terlalu banyak dipikir, bisa saja bisnis itu tidak akan terwujud. Padahal mungkin kita ada keinginan jadi pengusaha. Oleh karena itulah, kita harus memiliki keberanian untuk memiliki bisnis apapun yang kita inginkan. Misalnya saja, ketika kita memulai bisnis tapi menghadapi kendala tak punya modal, nggak usah bingung pakai saja jurus BODOL. Apa itu Bodol? Saya singkat dari kata”Berani, Optimis, Duit, Orang, Lain?. Maksud saya, dalam bisnis kita harus punya keberanian . Kita harus optimis. Nah, kalau enggak punya duit, kita bisa’pakai’ atau pinjam duitnya orang lain. Saya yakin, asal bisnis kita jelas, dan punya prospek bagus, pasti ada saja orang yang meminjamkan duit atau modal pada kita. Pinjam duit pada orang lain untuk bisnis saya kira sah-sah saja. Bahkan sering saya menyarankan, walaupun punya duit sebaiknya jangan dipakai duit sendiri untuk bisnis.

Kalau kita punya duit atau modal, tapi kita tidak ahli di bidang bisnis yang akan kita jalankan, saya rasa kita bisa saja pakai jurus BOTOL. Singkatan apa pula ini? Berani, Optimis, Tenaga, Orang, Lain. Artinya selain kita tetap punya keberanian dan optimis, kita pun bisa memakai tenaga orang lain atau kita bisa mencari orang yang ahli di bidangnya sehingga bisnis kita bisa jalan. Pendeknya tak harus bisnis itu kita jalankan dengan tenaga sendiri. Kalau ide bisnis pun ternyata tidak punya, maka jurus BOBOL bisa kita lakukan. Singkatan Berani, Optimis, Bisnis, Orang, Lain. Jadi kita harus berani dan optimis dalam melalui bisnis dengan meniru bisnis orang lain.

Nah, kenapa kita merasa sulit dan tak berani memulai bisnis, padahal setiap saat kita memiliki keberanian masuk kamar mandi. Kita masuk kamar mandi tanpa banyak berpikir. Kalau lantas airnya kurang hangat atau terlalu dingin, kita juga bisa mengaturnya. Seperti halnya bisnis kalu bisnis yang kita jalankan kurang berkembang, kita bisa atur. Bisa kita perbaiki mana yang kurang. Dan kalapun kita tak punya modal, tak punya keahlian atau tak punya ide, maka bisa saja memanfaatkan punya orng lain. Tapi yang penting, bisnis kita tetap jalan. Justru kekurangan bisnis kita disana sini akan membuat kita dewasa dalam berbisnis. Jiwa entrepreneur kita pun akan semakin berkembang.

Oleh karena itu, bagi kita yang mau memulai bisnis tapi tak punya keahlian, atau mungkin juga tak punya ide bisnis, saya sarankan coba saja menerapkan jurus Bodol, Botol, dan Bobol. Anda berani mencoba?

Keberanian Entrepreneur Wanita

May 28, 2009 by admin
Filed under: Jadi Entrepreneur

entrepreneur_wanitaPeluang bisnis bagi wanita, sebenarnya sangat besar. Bukan hanya untuk saat ini, tapi juga untuk saat yang akan datang. Bahkan, peluang bisnis Enterepreneur wanita itu sebenarnya lebih besar dari pada Entrepreneur laki-laki.

Itu karena dia punya kelebihan. Kelebihannya adalah terletak justru pada “Kewanitaannya”. Dimana, sosok Entrepreneur wanita itu lebih unggul dalam negoisasi. Itu mungkin karena keluwesan atau fleksibilitasnya. Atau istilah Candi G. Brush, professor assistant dari management police of Boston University, entrepreneur wanita lebih kooperatif, informal, dan lebih mudah membangun kesepakatan dengan pihak lain.

Sebaiknya, entrepreneur laki-laki cenderung lebih kompetitif, lebih terkesan formal, dan lebih suka berpikir sistematik.

Selain itu, menurut saya, entrepreneur wanita juga cenderung lebih pekaintuisi bisnisnya. Sehingga saya yakin, jika mampu mengembangkan kelebihannya itu, tentu bisnisnya juga akan berkembang luar biasa. Seperti kalau kita lihat, keberhasilan entrepreneur wanita seperti Dr.Martha Tilar, Moeryati Soedibyo, Poppy Dharsono, Dewi Motik, dan Nyonya Suharti.

Hanya saja, sayangnya saya melihat entrepreneur wanita umumnya dikenal terlalu hati-hati dalam berbisnis, dan bahkan terlalu takut untuk mengambil risiko. Sehingga, jika kelemahan itu tidak berhasil kelola dengan baik, maka jelas akan mengakibatkan jumlah entrepreneur wanita yang terjun ke dunia usaha saat sekarang ini, relative kecil.

Contohnya, anggota IWAPI (Ikatan Wanita Penguasaha Indonesia) yang jumlahnya relative lebih sedikit daripada kalau kita bandingkan dengan anggota KADIN atau HIPMI atau organisasi serupa yang “laki-laki”. Mungkin hal itu bisa saja karena kebanyakan bisnis yang dimiliki entrepreneur wanita, lebih sedikit daripada jika mereka bekerja pada suatu peusahaan. Seperti yang diungkapkan oleh sebuah riset dari institute for women’s policy research di Washington DC.

Sementara, Marger Lovero, direktur dari Entrepreneurial Center at Manattanvile College mengatakan, bahwa entrepreneur wanita itu sulit berkembang maju, juga karena mereka cenderung mempertahankan bisnis kecilnya. Sebab, baginya menjadi besar, tapi lebih pada keinginan untuk mencoba men-support dirinya sendiri atau mandiri, membawa keseimbangan dan fleksibilitas dalam mengatur waktu kesehariannya. Tapi kalau dia bekerja di perusahaan lain, fleksibilitas itu tidak didapatkannya.

Dalam konteks inilah, barangkali ada baiknya sekarang ini bisnis di kalangan entrepreneur wanita, perlu untuk terus didorong pada kegiatan bisnis industri rumah tangga, yang lebih memungkinkan bisnis atau jiwa entrepreneur bisa terus berkembang. Oleh karena itulah, saya kira meski keberanian wanita di dalam menekuni dunia usaha tidak sebesar keberanian yang dilakukan entrepreneur laki-laki, namaun jika entrepreneur wanita ingin berkembang bisnisnya, dia semestinya berani mengambil risiko, dan lebih berani membentuk jaringan bisnis yang lebih luas lagi.

Rezeki Itu Bisa Direncanakan

September 15, 2009 by admin
Filed under: Jadi Entrepreneur

5stars_red_graphRezeki itu sebenarnya sudah ada yang mengatur-Nya. Saya kira itu memang benar. Dan, sebagian besar kita berpendapat demikian. Oleh karena sejak lahir setiap orang itu membawa rezeki sendiri-sendiri. Tapi, apakah kita itu bisa meningkatkan rezekki kita sendiri? Dan, apakah kita tak bisa merencanakannya? Saya berpendapat, mesti rezeki itu sudah ada yang mengatur-Nya, namun kita harus tetap aktif merencanakannya. Tanpa direncanakan, Rezeki itu akan sulit kita raih. Saya akandatang sendiri kira, rezeki itu membutuhkan peluang untuk mendatanginya.

Menurut saya, mana mungkin rezeki itu datang kalau tiap harinya kita tak punya aktifitas apa-apa. Hanya pasrah saja. Dan, kita terlalu yakin, bahwa rezeki itu tak perlu dikejar, pasti akan datang sendiri. Saya tak sependapat dengan prinsip ini. Sebab, bagaimanapun kalau pada diri kita tak ada kegairahan bekerja, dan hanya selalu memimpikan rezeki itu datang, maka rezeki itu pun akan sulit datang atau justru mlah menjauh. Tapi sebaliknya, jika tekun bekerja, dan kreatif berwirausaha, saya yakin, pasti rezeki akan datang. Bisnis kita pun akan lebih cepat berkembang.

Apalagi, kalau kita berani memilih prosefi seperti pengusaha, dokter, notaris, pengacara, pelukis, seniman dan lain-lain. Profesi ini saya lihat sangat berpeluang mendatangkan rezeki yang relatif besar atau tidak linier. Sebab, profesi ini berbeda dengan orang yang digaji atau seperti karyawan. Artinya, jika saat ini kita misalnya, sedang menekuni dunia usaha atau sebagai pengusaha, maka jelas sangat memungkinkan sekali bagi kita untuk mendatangkan rezeki yang relatif besar. Sementara, kalau saja kita sekarang ini bekerja ikut orang lain atau setiap bulannya digaji tetap, maka jelas peluang akan datangnya rezeki yang relatif besar, menjadi kecil. Oleh karena itu, rezeki besar itu datangnya menjadi tempat yang pas, dan ini bisa kita rencanakan. Tinggal, kita berani atau tidak.

Bicara soal rezeki, saya jadi teringat pengalaman rekan saya. Dia seorang notaris, saya lihat, dalam menjalankan profesinya, dia hanya menggunakan motor. Lantas, ganti mobil. Itu pun mobil lama. Namun,ketika saya sarankan agar “berani” ambil mobil baru secara kredit, dia terkejut. Apalagia, ketika sarankan mobil lamanya dijual saja,untuk bayar uang muka.

Setiap bulannya kan harus bayar angsuran? itu pertanyaannya. Saya jawab, “Nah itulah rezeki akan mengikuti rencana anda. Kalau Anda menggunakan mobil bagus pasti klien anda lebih percaya. Oleh karena permormance atau penampilan dibutuhkan dalam bisnis anda. Apalagi anda mau bekerja keras dan kreatif menjaring klien, saya yakin anda pasti mampu membayar angsurannya”. Rupanya, dia mengikuti saran saya. Apa yang terjadi selanjutnya? Rezeki notaris itu ternyata mengalir deras. Kliennya kian bertambah. Selain bisa membayar angsuran, dia pun masih punya kelebihan rezeki itu. Dan, kepercayaan dirinya akan profesinya semakin mantap.

Kejadian ini, di antaranya yang membuat saya percaya, bahwa rezeki itu sesungguhnya akan datang mengikuti rencana utang kita. Rezeki itu juga akan datang sesuai pengambilan resiko bisnis kita. Sehingga, pada saat kita ambil risiko bisnis yang kecil, rezeki yang mengalir pun kecil. Sebaliknya, bila kita berani ambilambil yang besar, maka rezeki yang mengalir pun akan besar.

Jurus Cerdas Berkebun EMAS…

April 14, 2009 by admin
Filed under: Informasi Seminar

seminar-emas-2BAGAIMANA BER-INVESTASI EMAS DENGAN MODAL HANYA 1/3 DARI HARGA EMAS ?

SEMINAR INI SANGAT COCOK BAGI KARYAWAN YANG INGIN BERINVESTASI UNTUK MASA DEPANNYA, MEREKA YANG AKAN MEMASUKI MASA PENSIUN DAN PENGUSAHA YANG INGIN MENJAGA ASSET DAN LIQUIDITAS USAHANYA.

BAGAIMANA UANG HASIL KERJA KERAS ANDA mempunyai NILAI DAN DAYA BELI yang sama 10 bahkan 20 tahun yang akan datang?

INFLASI adalah faktor ketidakpastian terbesar yg paling sulit diatasi, diam-diam inflasi merampok asset Anda dan MENURUNKAN DAYA BELI Anda. Tahun 80 Anda bisa memperoleh SEPEDA MOTOR baru dengan uang 1jt, saat ini dengan uang yg sama Anda hanya dapat membeli SEPEDA tanpa MOTOR.

Dapatkan Strategi Berinvestasi Emas dengan cara YANG TIDAK PERNAH ANDA BAYANGKAN SEBELUMNYA.

Berani Dulu, Baru Terampil…

April 11, 2009 by admin
Filed under: Jadi Entrepreneur

expertSaat saya berbicara pada kuliah kewirausahaan di Fakultas Ekonomi sebuah universitas swasta di Yogyakarta, saya sempat ditanya para mahasiswa: “Apakah seorang untuk menjadi pengusaha itu harus memiliki keterampilan dulu?”

Saya rasa, ini pertanyaan bagus. Pertanyaan yang sama pernah juga hinggap dibenak saya, yaitu saat saya baru memulai menjadi pengusaha. Saat pertanyaan ini saya balikkan pada mereka, ternyata sebagian besar mahasiswa mengatakan: “Perlu terampil dulu, baru berani memulai usaha.

Saya rasa jawaban mereka tidak bisa disalahkan. Meraka cenderung menggunakan otak rasional. Padahal menurut saya, untuk menjadi pengusaha, kita harus berani dulu memulai usaha, baru setelah itu memiliki keterampilan. Bukan sebaliknya, terampil dulu, baru berani memulai usaha.

Sebab, saya melihat di Indonesia, ini sebenarnya banyak sekali pengangguran yang tidak sedikit memiliki keterampilan tertentu. Namun, mereka tidak punya keberanian memulai usaha. Akibatnya, keterampilan yang dimiliki apakah itu diperolehnya saat sekolah atau bekerja sebelumnya, akhirnya banyak yang tidak dimanfaatkan. Itu kan sayang sekali.

Seperti yang saya alami sendiri, saat membuka restoran Padang Sari Raja. Saya katakana pada mereka, bahwa terus terang tidak bisa membuat masakan padang yang enak. Saya penikmat masakan padang. Tetapi saya tidak tahu bumbunya apa saja yang membuat masakan tersebut enak. Saya katakan pada mereka: “Saya bisanya hanya nggodog wedang atau merebus air. “Itu artinya apa? Saya bisa punya usaha restoran, karena saya punya keberanian”.

Begitu juga, saat saya dulu membuka usaha Bimbingan Belajar Primagama. Saya belum pernah mengajar atau menjadi tentor di tempat lain. Bahkan saya belum pernah menjadi karyawan di perusahaan orang lain. Namun, saya memberanikan diri untuk membuka usaha tersebut. Sebab, saya berpendapat, kalau kita tidak punya keterampilan, maka banyak orang lain yang terampil di bidangnya bisa menjadi mitra usaha kita.

Oleh karena itu bagi saya, yang terpenting adalah keberanian dulu membuka usaha. Apapun jenisnya, apapun namanya. Sebab, sesungguhnya, untuk menjadi pengusaha, keterampilan bukan segala-galanya. Tetapi keberanian memulai usaha itulah yang harus kita miliki terlebih dahulu.

Banyak contoh, orang yang sukses menjadi manajer, tapi ternyata belum tentu sukses sebagai entrepreneur. Sebaliknya, seseorang yang di awal memulai usaha tidak memiliki keterampilan majerial, tetapi ia memiliki keberanian memulai usaha, banyak yang ternyata berhasil. Orang jenis terakhir ini selain memiliki keberanian, juga mengembangkan jiwa entrepreneur. Oleh karena itulah saya kira, jiwa entrepreneur harus kita bangun atau kita bentuk sejak awal.

Berani Mencoba

March 23, 2009 by admin
Filed under: Modal Awal

Seandainya kita berani mencoba dan kita lebih tekun dan ulet,
maka pasti yang namanya kegagalan itu tak akan pernah ada.
– Purdi E Chandra

jumpORANG bukannya gagal, tetapi berhenti mencoba. Ungkapan ini sengaja saya kedepankan. Mengapa? Karena sesungguhnya seseorang untuk dapat meraih kesuksesan dalam karier atau bisnisnya, maka orang itu harus punya keberanian mencoba.
Seorang entrepreneur – dalam situasi sesulit apa pun – akan semakin tertantang untuk tidak berhenti mencoba. Dengan kata lain “berani mencoba” dan orang yang selalu berani mencoba itulah yang pada akhirnya justru akan meraih kemenangan atau kesuksesan.

Dalam bisnis, tampaknya kita perlu mengedepankan sikap seperti itu, dan saya kira tidak ada salahnya bila kita bersikap positif semacam itu. Berdasar pengalaman, saya melihat, bahwa seorang entrepreneur adalah orang yang tidak mudah percaya sebelum mencobanya. Meskipun ketika mencobanya, keyakinan kita hampir padam karena pasti akan diterpa ‘angin”. Dan ternyata, terpaan ‘angin” tersebut justru dapat membakar semangat kewirausahaan (the spirit of entrepreneurship) kita. Nalar bisnis (sense of business) kita semakin optimal, dan pada akhirnya, sebagai entrepreneur, kita semakin yakin akan kesuksesan yang akan kita raih.

Tegasnya, keberhasilan dalam bisnis memang sangat ditentukan oleh semangat kewirausahaan kita yang tinggi. Dengan demikian sikap mencoba dan mencoba terus-menerus itu akan dilakukannya. Pada akhirnya dengan sikap kita yang “berani mencoba” itu, akan membuat kita tidak akan mudah terpuruk dengan keputus-asaan. Apalagi sampai menghancurkan hidup dan bisnis yang telah kita rintis lama.

Selain itu, pikiran kita juga harus tetap diformulasikan ke arah positif. Bukan sebaliknya, suka berpikir negatif, apalagi sampai putus asa. Sikap semacam ini harus kita buang jauh-jauh.

Jika pikiran kita tidak melihat hasil akhir, bahwa bisnis kita bakal sukses, maka tentu kita akan kehilangan semangat kewirausahaan. Sebab, dengan kita memiliki bayangan kesuksesan di masa depan, tentu akan dapat memotivasi kita untuk bekerja lebih giat. Bahkan, menjadikan diri kita bersikap tidak mudah putus asa.

Dalam bisnis modern, kita tidak akan dapat hidup tanpa kita mempunyai sikap keberanian mencoba. Kita lihat saja, masih banyak orang yang gagal dalam usahanya, yang akhirnya putus asa tanpa mampu lagi berbuat sesuatu, tanpa berani mencoba lagi. Sikap semacam itu jelas akan merugikan kita, bukan saja dari aspek materi atau finansial saja, tapi juga dari aspek psikologis. Oleh karena itu, walaupun di masa krisis, sebaiknya kita harus tetap menjadi entrepreneur yang memiliki semangat kewirausahaan yang tinggi.

Kita juga harus punya keyakinan, bahwa sesungguhnya seseorang itu tidak ada yang gagal dalam bisnisnya. Mereka yang gagal hanyalah karena dia berhenti mencoba, berhenti berusaha. Seandainya kita berani mencoba, dan kita lebih tekun dan ulet, maka pasti yang namanya kegagalan itu tidak akan pernah ada. Artinya, dengan kita mau berjerih payah dalam berusaha, tentu kita akan menuai keberhasilan.

Untuk itu, kita harus berani mencoba. Sebab, tidak satu pun di dunia ini, termasuk di dalam dunia entrepreneur yang dapat mengantikan keberanian mencoba. Dengan bakat bisnis? Tidak bisa. Sebab orang berbakat yang tidak berhasil meraih sukses banyak kita jumpai. Bagaimana dengan kejeniusan seseorang? Juga tidak. Sebab kejeniusan yang hanya dipendam saja, itu sama saja dengan omong-kosong. Tergantung pendidikannya juga tidak. Sebab di dunia ini sudah penuh dengan pengangguran yang berijazah sarjana. Dan ternyata, hanya dengan keberanian mencoba dan mencoba itulah yang dapat menentukan kesuksesan bisnis kita.

Berhutang Itu Mulia

April 26, 2009 by admin
Filed under: Jadi Entrepreneur

hloanDalam sebuah program pelatihan entrepreneur yang diadakan Entrepreneur University, beberapa waktu lalu, saya ditanya peserta, “Bagaimana cara kita berwirausaha namun tidak punya modal?” Saya jawab, “kuncinya, BODOL!” Itu singkatan “Berani, Optimis, Duit, Orang lain.

Maksudnya, bila kita berani menjadi wirausahawan atau Entrepreneur, tentunya kita harus punya keberanian. Tak hanya berani mimpi, tapi juga berani mencoba, berani gagal, dan berani sukses. Saya kira hal ini penting dan harus kita miliki. Selain itu, kita juga harus optimis, maka akan selalu yakin akan masa depan, yakin pada kemampuan, dan juga menghentikan alur pemikiran yang negatif.

Dan, kita janganlah mudah percaya pada mitos yang mengatakan, bahwa usaha ini tak mungkin dimulai dengan modal dengkul. Begitu pula mitos yang mengatakan, bahwa modal dengkul berarti mulai kecil – kecilan. Saya percaya, bahwa kalau kita yakin akan bisnis yang kita lakukan, pastilah bisa jalan. Kalaupun nanti di tengah jalan kita kesulitan modal, anggaplah itu wajar saja dalam bisnis. Sebab, sesungguhnya salah satu ciri usaha atau bisnis kita berkembang adalah selalu saja kekurangan modal. Bila bisnis kita bertambah maju dan omzet naik, maka dituntut pula menyediakan modal tambahan.

Singkatnya, dengan omzet naik, kita dihadapkan pada kesulitan modal, kita butuh duit. Duit itu dapat dari mana? Jika punya warisan dan simpanan banyak tak masalah. Jika tidak ada? Duit itu bisa kita dapat dari duit orang lain atau hutang. Apalagi yang namanya modalnya Entrepreneur adalah dengkulnya. Maka tak punya dengkulpun, bisa meminjam dengkul orang lain. Atau katakanlah, akhirnya hutang di bank, atau kita dapat hutang berarti itu membuktikan bahwa kita memang dipercaya. Credible…

Sehingga semakin besar hutang kita pada bank dan tidak macet, maka semakin besar pula kepercayaan bank pada kita. Sehingga bonafiditas seorang entrepreneur diukur dari seberapa besar hutang yang didapatnya, dan kita semakin dihormati. Sebab, bunga hutang kita itupun digunakan untuk membiayai operasional bank tersebut, termasuk gaji para karyawan dan bunga para penabung.

Ingat, bisnis bank salah satu sumber pendapatannya dari bunga pinjaman. Bahwa dengan kita berhutang yang digunakan untuk mengembangkan usaha, maka tentu saja hal itu tak mustahil akan meciptakan lapangangan kerja baru. Itu sangant bermanfaat. Apakah itu, namanya tidak mulia?

Bicara soal hutang, saya jadi teringat pada pada metabolisme tubuh manusia. Agar metabolisme tubuh kita berjalan baik, tentu saja aliran darahnya juga harus baik dan stabil sesuai kebutuhan organ-organ tubuh kita. Kalau kurang darah tentu saja perlu di atasi dengan cara tambahan darah. Nah, utang itulah saya ibaratkan darahnya.

Memang yang namanya hutang di bank ini ada resikonya. Tapi semuanya itu dianggapnya perjuangan. Perjuangan adalah hari-hari yang dijalani oleh seorang entrepreneur. Saya sendiri sangat merasakan hal itu. Tapi anggaplah resiko itu sesuatu yang harus senantiasa diperhitungkan, namun tidak perlu kita takuti. Asal saja, hutang atau tambahan modal usaha itu betul-betul digunakan untuk kepentingan bisnis dan bukan untuk kepentingan konsumtif. Memang, kita dituntut pintar dan seefektif mungkin menggunakannya. Sehingga kita dapat membayar utang tepat waktu.

Saya dan Anda, mungkin sama-sama yakin betul, bahwa seorang Entrepreneur yang cerdas pasti bisa memanfaatkan hutang itu sebaik mungkin. Alasannya adalah dia seorang pekerja keras, tekun, tak mudah puas, berani bersaing, gerak langkahnya cenderung mengejar prestasi terbaik, dan berani mengambil resiko, termasuk berhutang budi.

Itu sebabnya, mengapa dia lebih mampu menangkap dan memanfaatkan peluang apa pun dengan baik, termasuk tentunya kejeliannya dalam berhutang. Maka tak mustahil, Kalau seorang entrepreneur tidak berhutang hidupnya pun terasa hampa. Karena baginya, berhutang pun tetap mulia. Ya, itulah entrepreneur.

Sukses Itu Guru Yang Buruk

September 6, 2009 by admin
Filed under: Jadi Entrepreneur

teacherRobert T. Kiyosaki dalam bukunya “Cash Flow Quadrant” berpendapat, bahwa sebenarnya sukses itu guru yang buruk. Tapi itu berlaku untuk diri kita sendiri. Artinya, sebagai Entrepreneur, kita memang sebaiknya tidak berguru pada kesuksesan kita sendiri. Sebab, hal itu akan membuat kita menjadi kurang bersemangat, menjadi tidak kreatif, menjadikan kita lengah atau sombong, menjadikan kita lupa diri, bahkan tak menutup kemungkinan kesuksesan yang kita raih akan menjadi bumerang bagi diri kita sendiri. Sukses itu, menurut saya, bukan berarti “waktunya untuk menikmati”.

Memang, kesuksesan kita itu bisa menjerumuskan kita. Apalagi, kalau kita terlalu membanggakan kesuksesan itu, akan membuat kita lupa diri. Oleh karena itu, agar kesuksesan itu tidak menjadi boomerang bagi kita sendiri, maka kita memang harus pandai-pandai mengelola kesuksesan itu. Namun, tentu saja, orang lain bisa saja belajar dari kesuksesan kita.

Itu boleh. Bahkan, itu bisa menjadikan kesuksesan bisnis seseorang. Sebab, pada dasarnya belajar dari kesuksesan orang lain itu sah-sah saja. Pendeknya, kalau seseorang belajar kesuksesan orang lain, itu memang bisa menjadi guru yang baik. Meski kita sebetulnya juga bisa belajar banyak pada orang yang gagal. Dalam konteks inilah, menurut saya, agar bisnis kita tetap langgeng bahkan bisa berkembang lebih baik di masa mendatang, ada kalanya kita harus menyadari hal ini. Atau lebih tepatnya, sebagai entrepreneur seharusnya lebih menilai, bahwa kegagalan itu sebetulnya sebagai pelajaran yang terbaik. Oleh karena itulah, saya kira kita sebaiknya janganlah terlalu takut dengan kegagalan. Kita belajar paling banyak tentang diri kita ketika gagal, jangan takut gagal. Sebab kegagalan itu sebenarnya adalah proses kita untuk menjadi sukses Saya yakin, yang namanya entrepreneur itu sebetulnya tidak bisa sukses tanpa mengalami kegagalan.

Untuk itu, pada saat kita ingin memulai bisnis atau di saat bisnis kita mulai berkembang, tapi kemudian tiba-tiba bangkrut atau mengalami kegagalan, saya kira hal itu janganlah membuat kita patah semangat. Justru, saat itulah jiwa entrepreneur kita harus bangkit kembali. Sebab, menurut pengalaman saya dan rekan pengusaha lainnya, merek baru sukses, setelah mereka pernah mengalami kegagalan paling tidak sampai tujuh kali. Kalau kita baru gagal dua atau tiga kali, saya kira itu wajar-wajar saja bagi seorang Entrepreneur.

Mestinya, entrepreneur tidak akan pernah mendapatakan pelajaran tanpa melakukan langkah-langkah yang berarti. Baik itu langkah yang gagal maupun itu yang sukses. Langkah-langkahnya dimulai dari langkah kecil sampai langkah besar. Dengan perkataan lain, saya mengatakan sebuah perjalanan 1.000 km itu sebenarnya dimulai dari langkah kecil. Kalau kita tidak berani memulai atau mengambangkan bisnis, atau kapan bisnis kita berkembang. Saya menemukan kata-kata menarik buat kita renungkan bersama yaitu, “Memulai itu melangkah tidak memulai”. Artinya, orang yang berani memulai atau mengembangkan bisnis, itu lebih baik daripada orang yang sama sekali tidak berani memulai atau mengembangkan bisnis.

Memulai Bisnis Tanpa Uang Tunai

April 21, 2009 by admin
Filed under: Jadi Entrepreneur

warungMungkinkah kita memulai bisnis tanpa memiliki uang tunai? Saya kira itu mungkin saja. Mengapa tidak! Jika kita mampu mengoptimalkan pemikiran kita, maka banyak jalan yang bisa ditempuh dalam menghadapi masalah permodalan untuk kita memulai bisnis. Cuma masalahnya, dari mana duit itu berasal? Logikanya, semua bisnis itu membutuhkan modal uang.

Memang, kebanyakan kita selalu mengeluhkan ketiadaan modal uang sebagai alasan mengapa kita “enggan” berwirausaha. Padahal, modal yang paling vital sebenarnya bukanlah uang, tetapi modal non-fisik, yakni berupa motivasi dan keberanian memulai yang menggebu-gebu.

Saya yakin, jika hal itu bisa terpenuhi, maka mencari modal uang bukanlah persoalan yang tidak mungkin, mesti secara pribadi kita tidak memiliki uang. Sementara kita telah tahu, bahwa peluang bisnis telah ada di depan mata. Tentu, alangkah baiknya jika kita tidak menundanya untuk memulai berbisnis.

Toh kita tahu, bahwa sebenarnya banyak sumber permodalan. Seperti uang tabungan, uang pesangon, pinjam di bank, dan di koperasi atau dari lembaga keuangan, atau dari pihak lainnya. Namun, jika kita ternyata tidak memikili uang tabungan, uang pesangon, atau katakanlah belum ada keberanian untuk meminjam uang ke bank atau koperasi, saya kira kita juga tidak terlalu risau. Karena ada cara untuk kita memulai bisnis, mesti kita tidak memiliki uang tunai sekalipun.

Contohnya, kita bisa menjadi seorang pelantara. Misalnya, menjadi pelantara jual bile rumah, jual motor dan lain-lain. Keuntungan yang kita dapat bisa dari komisi penjualan atau dari cara lain atas kesepakatan kita dengan pemilik produk. Saya yakin, kita pasti bisa melakukannya.

Kita bisa juga membuat usaha dengan cara konsumen melakukan pembayaran dimuka. Dalam hal ini, kita bisa mencari bisnis di mana konsumen yang jadi sasaran bisnis kita itumau membayar atau mengeluarkan uang dulu sebelum proses bisnis, baik jasa maupun produk, itu terjadi. Misalnya bisa dilakukan pada bisnis jasa, seperti industri jasa pendidikan. Di mana, siswa diwajibkan membayar dulu di depan sebelum proses pendidikannya itu terjadi.

Bisa juga misalnya, ada orang yang memesan barang pada kita, namun sebelum barang yang dipesan itu jadi, pihak konsumen memberikan uang muka dulu. Artinya, ini sama saja kita telah diberi modal oleh konsumen.

Masih ada cara lain memulai bisnis tanpa kita memiliki uang tunai. Contohnya, menggunakan sistem bagi hasil. Biasanya, cara bisnis model ini banyak diterapkan pada Rumah Makan Padang. Di mana kita sebagai orang yang memiliki keahlian memasak, sementara patner bisnis kita sebagai pemilik modal uang.

Kita bekerjasama dan keuntungan yang didapat pun dibagi sesuai kesepakatan bersama. Atau kita mungkin ingin cara lain? Tentu masih ada. Contohnya, kita bisa melakukannya dengan sistem barter dengan pemasok, dan kita pun jika memiliki keahlian tertentu, mengapa tidak saja menjadi seorang konsultan. Selain itu, bisa saja dengan cara kita mengambil dulu produk yang akan diperdagangkan, hanya untuk pembayarannya bisa kita lakukan setelah produk tersebut terjual pada konsumen. Tentu, masih banyak cara lain untuk kita memulai bisnis tanpa uang tunai.

Oleh karena itu, menurut saya, sebaiknya kita tidak perlu berkecil hati atau takut dipandang rendah, bila ternyata kita memang tidak memiliki uang tunai namun berhasrat untuk memulai bisnis. Saya yakin dengan kita memiliki kemauan besar menjadi seorang wirausahawan atau entrepreneur, maka setidaknya akan selalu ada jalan untuk memulai bisnis. Nyatanya, tidak sedikit pengusaha yang telah meraih keberhasilan meski saat memulai bisnisnya dulu tanpa memiliki uang tunai.

Itu menunjukan bahwa tidak benar kalo ada yang mengatakan: “Tak mungkin kita memulai bisnis tanpa memiliki uang tunai”. Kuncinya sebetulnya terletak pada motivasi dan keberanian kita memulai bisnis yang mengebu-gebu. Hanya saja, untuk cepat meraih sukses, apalagi tanpa memiliki uang tunai, itu tidak semudah seperti kita membalikan telapak tangan. Semuanya membutuhkan perjuangan.

Kecerdasan Emosional Penting Bagi Entrepreneur

October 22, 2009 by admin
Filed under: Kecerdasan Emosional

blue_brain_5Orang Jawa idiom tepat untuk melukiskan pentingnya Kecerdasan Emosional, terutama dalam melakukan sesuatu untuk mewujudkan keingingan atau impian. Ngundung, artinya melakukan suatu tindakan dengan keteguhan hati. Jadi, kalau kita sudah Ngundung, sesuatu yang kita yakini bakal tercapai dengan mengedepankan intuisi atau optimisme dalam bertindak akan membuat sesuatu yang semula kita angankan benar-benar menjadi kenyataan atau cepat terwujud. Kebiasaan untuk selalu Ngundung sangat penting bagi seseorang Entrepreneur dalam memulai atau mengembangkan bisnis. Oleh karena dengan demikian seorang entrepreneur akan lebih sering memaksimalkan peran otak kanannya ketimbang hitungan-hitungan rasional yang hanya membuat kita mendeg dan takut melangkah.

Kembali dalam budaya Jawa ada pepatah, rawe-rawe rantas, malang-malang tuntas, yang boleh ditafsirkan bahwa jika kita sudah yakin pada pilihan dan langkah kita dalam hidup, apa pun yang terjadi untuk mencapainya kita harus bersikap optimis maju terus pantang mundur. Dengan mengedepankan kecerdasan emosi kita dan lebih menggunakan otak kanan, kita akan menjadi orang yang pemberani, karena memang hanya orang yang pemberani yang sukses menjadi Entrepreneur.

Sejak kita sekolah, kita cenderung diarahkan selalu menggunakan otak kiri dan kita pun terbentuk menjadi pribadi yang selalu berfikir lurus dan serba linear, urut. Sehingga, meskipun pandai, kita tidak akan pernah jadi orang yang berani, selalu berhitung dan selalu takut melangkah. Yang pasti, keberanian seorang Entrepreneur untuk membuka usaha itu sama dengan keberanian menghadapi resiko. Kalo kita selalu berhitung dan mengedepankan otak kiri, resiko akan selalu dilihat sebagai bahaya, karena itu harus dijauhi, tetapi kalau dengan pandangan otak kanan, maka risiko itu justru sebuah peluang meraih rezeki. Oleh kerena itu harus didekati. Risiko besar maka peluang rezekinya pun besar, tapi kalo resikonya kecil jelas rezekinya pun kecil, itu hal yang pasti.

Mitos Hutang…

April 25, 2009 by admin
Filed under: Jadi Entrepreneur

14__the_loanMitos atau anggapan “hutang ini buruk”, bisa benar bisa salah. Benar hutang itu buruk, apabila kita berhutang terlalu banyak, hanya untuk keperluan konsumtif. Tetapi apabila utang itu kita manfaatkan untuk melakukan bisnis atau usaha, maka anggapan hutang itu buruk adalah salah. Saya sepakat, kalau kita mempunyai hutang pribadi, sebaiknya disesuaikan dengan kemampuan. Jangan banyak-banyak. Dan pastikan hutang kita itu ada yang membayar.

Dalam berbisnis, kalau bisnis kita mulai berkembang, pasti sangat membutuhkan tambahan modal kerja maupun investasi. Kalau kita mau maju, maka hutang untuk bisnis bukan suatu masalah, justru sangat perlu. Asal kita bisa menggunakannya secara tepat, hal itu justru akan membuat bisnis kita lebih berkembang. Sebagi contoh, kita punya modal Rp 10 juta. Dari modal itu kita untung 20%, maka keuntungan yang kita peroleh Rp 2 juta. Namun kalau dari Rp 10 juta kita bisa mendatangkan tambahan modal Rp 90 juta dari hutang, sehingga modal menjadi Rp 100 juta, maka keuntungan kita yang 20% menjadi Rp 20 juta. Dari sini kita bisa membandingkan berapa keuntungan kita sebelum dan sesudah mendapat modal dari luar. Itu hitungan sederhana.

Banyak cara untuk mendapatkan hutang. Misalnya melalui bank. Tetapi bank dalam memberikan pinjaman pasti melihat kredibilitas kita. Kalau bisnis kita baik, mengapa kita takut hutang. Karena dengan tambahnya modal, maka bisnis kita akan menjadi lebih baik. Sehingga dengan berkembangnya bisnis kita, dampak positifnya dapat membuka lapangan kerja baru.

Kredit modal kerja adalah salah satu bentuk hutang yang bisa kita manfaatkan. Dan modal itu bisa kita pakai terus, karena sistemnya Rekening Koran, dimana kita membayar bunga dari saldo pinjaman yang kita pakai. Setiap jatuh tempo bisa diperpanjang. Bahkan kalau bisnis kita semakin maju, maka kita dapat mengajukan tambahan kredit lagi sesuai kebutuhan. Yang penting dalam berhutang tidak ada sedikitpun pikiran atau niat untuk ngemplang atau tidak membayar. Kita harus punya niat baik menepati kesepakatan perjanjian kredit dengan bank.

Perlu kta ketahui, pihak Bank sendiri dalam operasionalnya selalu menghimpun dana. Kedua fungsi ini harus seimbang. Dalam penyaluran kredit, pihak Bank sendiri mengharapkan adanya keuntungan demi kelancaran operasional dan peningkatan kesejahteraan karyawan, serta perkembangan bank itu sendiri. Sedang bagi kita yang memanfaatkan kredit sehingga bisnisnya berkembang, maka dampak positifnya, kesejahteraan karyawan akan meningkat. Disinailah perlunya, pihak bank dan pengusaha saling kerjasama, saling memberikan dukungan.

Sebenarnya, seorang yang mempunyai citra buruk dalam ber-hutang, pada dasarnya disebabkan orang tersebut ingkar janji, tidak bisa membayar atau bahkan ngemplang tidak mau membayar. Tetapi ada pula citra buruk diciptakan oleh mereka yang tidak percaya untuk mendapatkan hutang. Sehingga sebagai kompensasi kejengkelannya, mereka menyebarkan isu, bahwa hutang itu buruk. Anggapan seperti itu seharusnya tidak perlu terjadi, karena apa yang kita lakukan itu demi kemajuan bisnis kita. Sayangnya, sebagian besar masyarakat percaya tentang hal itu. Padahal kalau kita mau eksis dan maju dalam berbisnis, salah satu jurus yang jitu adalah harus mau dan mampu memanfaatkan dana dari pihak lain. Untuk melakukan ini memang dituntut keberanian dan rasa optimis. Bisa saja kita punya rasa optimis justru dengan modal sendiri, walaupun ada yang mengatakan, bisnis dengan modal sendiri berarti kita egois, tidak sosial, tidak mau bagi-bagi keuntungan. Dan dari aspek spiritual, menurut saya, semakin banyak kita melibatkan dana orang lain untuk mengembangkan bisnis, maka semakin banyak pula orang ikut mendo’akan bisnis kita. Sebaliknya, kalau bisnis kita menggunakan modal sendiri, maka yang mendo’akan bisnis kita hanya kita sendiri. Berani mencoba?

Bangun Bisnis, Beli Properti

October 2, 2009 by admin
Filed under: Jadi Entrepreneur

rumah-bangkaAda satu petuah bisnis menarik yang diajarkan oleh Robert T. Kiyosaki, penulis buku “Rich Dad, Poor Dad”, yang jadi Best Seller. Petuah itu bunyinya, “Setelah kita sukses membangun bisnis maka jangan lupa beli properti. Selain kita punya penghasilan dari bisnis yang kita jalankan, kita juga akan mendapat untung dari gain kenaikan nilai properti itu”. Saya kira, Kiyosaki benar. Petuah itu sebenarnya merupakan kata kunci yang menjadi sebab, mengapa orang kaya semakin kaya. Oleh karena orang kaya yang cerdas selalu membeli properti yang setiap waktu akan terus berlipat nilainya, itulah yang membuatnya semakin kaya.

Namun, jauh sebelum membaca buku itu, sebagai entrepreneur saya sudah mempraktikkan ajaran itu sejak dulu. Oleh karena itu, ada petuah tambahan yang bisa saya berikan untuk anda dalam membeli properti dari hasil keuntungan sukses bisnis yang anda bangun. Dalil bisnisnya berbunyi, “Kalau anda berniat membeli properti, janganlah sesuai kemampuan dana yang tersedia. Bahkan lebih baik belilah properti dengan utang bank. Oleh karena semakin sedikit uang yang anda keluarkan untuk membeli properti, semakin besar keuntungan anda”.

Jelaslah, kalau kita punya dana Rp 400 juta janganlah membeli properti pas senilai dana yang kita punya. Bukankah membeli properti tidak harus tunai. Bisa dengan cara kredit. Jadi sebaiknya pecahkanlah RP 400 juta anda untuk 4 properti, misalnya masing-masing cukup anda bayar uang muka pembeliannya sebesar Rp 100 juta, sisanya Rp 300 juta dari bank. Nah, kalau anda hanya membeli satu properti senilai Rp 400 juta, maka lima tahun kemudian anda hanya akan menerima keuntungan berlipat-nya harga dari satu properti saja. Tapi kalau empat properti, lima tahun kemudian satu properti anda yang semula Rp400 juta telah berlipat menjadi Rp 2 milyar. Sehingga 4 properti menjadi 8 milyar.

Barang kali anda bertanya, mengapa membeli properti dengan utang lebih menguntungkan? Ada baiknya kita simak saran bisnis dari Dolf De Roos, konsultan ayah kaya Robert T. Kiyosaki dalam bukunya, “Real Estate Riches” Dolf menulis, “Saya tidak membeli properti untuk membeli tanahnya, karenaitu tidak produktif. Saya tidak membeli properti untuk bangunan gedung karena butuh maintenance. Dan, saya tidak membeli properti untuk disewakan karena butuh manajemen. Alasan terkuat saya membeli properti adalah untuk mendapatkan utang. Alasannya sederhana, “Jumlah utang selalu sama, tetapi nilai aset terus melambung”.

Dengan memetik petuah bisnis tersebut, saran saya, kita sebaiknya jangan takut berhutang ke bank untuk membeli Properti. Ubahlah mindset, bahwa utang akan mengundang masalah bagi anda. Memang untuk belajar memupuk rasa percaya diri dalam berhutang bolehlah memulai dengan nilai kecil. Tapi, sekali anda berhasil bukan anda yang mencari utang ke bank, tapi bank yang justru akan mencari anda supaya mengambil utang.

Tak salah kalau lantas muncul canda di kalangan entrepreneur bahwa, “kalau anda berani utang Rp 50 juta, andalah yang punya masalah. Tapi kalau anda berani utang Rp 50 milyar. Bank yang akan punya masalah. Percayalah, semakin sering kita berani utang, maka bank akan semakin percaya pada bisnis kita.” Anda berani mencoba?

Mimpi Jadi Entrepreneur

April 3, 2009 by admin
Filed under: Modal Awal

entrepreneurBanyak diantara kita yang ingin bekerja pada perusahaan orang lain, sebagai karyawan. Apakah itu sebagai karyawan perusahaan swasta maupun pegawai negeri. Saya kira alasannya, kita tentu sudah tahu semua, yaitu sebagai karyawan yang dibutuhkan adalah keamanan. Setiap bulan ada kepastian terima gaji. Setelah itu dapat pensiun.

Mengapa tidak tertarik untuk menjadi Entrepreneur. Saya kira, hal itu karena di antara kita banyak yang tidak siap menghadapi resiko atau lebih tepat disebut suka menjauh dari resiko. Sehingga, tidak mengherankan, banyak di antara kita yang kemudian takut untuk menjadi Entrepreneur.

Oleh karena inginnya aman-aman saja, saya kira itu sebabnya mengapa yang sudah jadi karyawan pun sulit untuk merubah menjadi Entrepreneur. Oleh karena itu, saya mengajak bagaimana kalau kita menjadi Entrepreneur. Menurut saya. Kita punya tekad besar, tak mustahil hal itu akan terwujud. Saya yakin, kita akan lebih bangga, karena kita akhirnya punya banyak karyawan, dan bisa menggaji mereka, cobalah kita jalani.

Pemikiran saya ini memang beda dengan saat kita sekolah dulu. Dimana setelah kita lulus nanti, mencari kerja, lalu bekerja keras, dan terus mendapatkan uang. Setelah uang itu kita raih, uang itu kita tabung. Jadinya, kita tak pernah belajar bagaimana untuk berani membuka usaha. Tapi sebaliknya, kita justru lebih diajarkan bagaimana kita bisa mencari pekerjaan pada perusahaan orang lain atau istilah lain, menggantungkan nasib kita pada orang lain. Akhirnya apa yang terjadi, kalau dia terkena PHK. Akibatnya, merekapun menganggur.

Saya justru berpendapat, bahwa sistem pendidikan kita semestinya tidak seperti itu. Tapi sebaliknya, sistem pendidikan kita seharusnya mengajarkan bagaimana kita bisa mandiri. Oleh karena itulah, menurut saya, di era otonomi sekarang ini tak ada salahnya kalau kita membangun mental dan emosi kita. Kita harus pula selalu punya keberanian mengambil resiko. Kita tidak seharusnya takut membuat kesalahan, dan kita tidak seharusnya takut untuk gagal. Saya yakin, dengan begitu kita akan lebih punya keberanian membuka usaha.

Bahkan, menurut Robert Kiyosaki, penulis best seller ”Rich Dad Poor Dad”, agar kita bisa menjadi pengusaha, maka kita harus punya mimpi. Kita harus punya tekad besar, kemauan untuk belajar, dan punya kemampuan menggunakan dengan benar asset kita yang tak lain merupakan pemberian Tuhan.

Itu sebabnya, mengapa banyak orang di sekitar kita yang tidak terkait untuk memiliki bisnis sendiri. Jawabannya, dapat disimpulkan dalam satu kata: Resiko. Yah, takut menghadapi risiko. Sehingga, mental dan emosi kita hanya ingin aman-aman saja.

Oleh karena itu, kenapa kita tidak mau mencoba menjadi pengusaha. Kalau kita punya mimpi dan tekad besar, saya berkeyakinan, kita bisa menjadi entrepreneur. Apalagi, kalau kita mau mengubah mental dan emosi kita yang selama ini inginnya selalu menjadi karyawan. Mental dan emosi untuk selalu aman menerima gaji, seharusnya kita ubah menjadi mental dan emosi untuk bisa memberi gaji. Anda berani mencoba?

Sukses Itu Bikin “Pede”

August 10, 2009 by admin
Filed under: Jadi Entrepreneur

imagesLowongan untuk jadi pengusaha, saya kira sampai kapan pun masih terbuka luas, tidak terbatas. Artinya, kapan saja, sekarang atau besok, kita bisa saja menjadi pengusaha. Bahkan, kalau kita ingin cepat menjadi pengusaha, bisa juga kita lakukan hari ini. Misalnya, cukup kita datang ke notaris, buat CV atau PT, maka jadilah kita pengusaha sekaligus direktur di perushaan kita sendiri. Dan, tak perlu ada upacara pengangkatan segala, sebab siapa lagi yang mengangkat kita kalau bukan kita sendiri. Dan, tak perlu ada upacara pengangakatan segala, sebab siapa lagi yang mengangkat kita kalau bukan kita sendiri.

Namun, coba saja kalau kita bekerja pada perusahaaan milik orang lain, maka untuk bisa menjadi direktur membutuhkan waktu lama. Itu pun masih sangat tergantung pada keputusan atasan kita. Padahal, menurut saya, untuk menjadi pengusaha sekaligus direktur, tidak harus membutuhkan pengalaman kerja. Oleh karena, pada dasarnya, lowongan untuk kita menjadi pengusaha itu tidak terbatas.

Maka, semestinya kita harus “jadi” dulu. Itu setidaknya, dengan kita sudah menjadi direktur di perusahaan kita sendiri, merupakan langkah awal memulai bisnis. Dan, ternyata membuat bisnis itu lebih mudah dari pada kita mencari pekerjaan. Sehingga, dari “sukses” itulah menjadikan diri kita tumbuh rasa percaya diru. Dan, setelah kita percaya diri, maka kita akan bisa melakukan sesuatu.

Banyak contoh di masyarakat, bahwa seseorang mendapatkan jabatan, baik itu di pemerintahan ataupun swasta, padahal dia tidak punya pengalaman sebelumnya. Dan ternyata, dia bisa juga melaksanakan pekerjaan itu dengan baik. Artinya, kepercayaan diri atau “pede” kita bertambah saat kita mendapat kesuksesan. Meski, katakanlah bisnis yang kita dirikan itu hanya meraih sukses-sukses kecil. Namun, itu bukanlah suatu masalah. Justru, hal itu akan membuat kita lebih termotivasi untuk bisa meraih sukses bisnis yang lebih besar.

Saya kira, kita memang sebaiknya tidak mengabaikan sukses-sukses kecil itu. Percayalah, bahwa sesungguhnya dari sukses-sukses kecil itu akan menjadi kesuksesan yang luar biasa pada bisnis pada bisnis kita di masa depan.

Memang, bagi kita yang terbiasa berpikir linier, pasti akan mengatakan, bahwa percaya diri dulu baru kita sukses. Kalau kita setuju dengan pendapat, percaya diri dulu baru seseorang meraih sukses, lantas kapan kita bisa jadi pengusaha?

Gaya Berwirausaha

May 21, 2009 by admin
Filed under: Jadi Entrepreneur

images-1Sebagai pengusaha, saya banyak bertemu teman-teman pengusaha yang menjalankan bisnis dengan gaya yang berbeda-beda. Ada teman pengusaha yang menggunakan manajemen atau yang kita sebut sebagai gaya berwirausaha “manajerial”, tetapi ada juga yang menjalankan bisnisnya dengan menggunakan gaya “kejuraganan”.

Saya kira, dengan gaya berwirausaha apa pun yang kita terapkan dalam bisnis kita, yang penting bisnis kita tetap bisa dijalankan dan maju. Itu semua memang tergantung pada diri kita masing-masing. Asal kita mantap dengan gaya tersebut, ya lakukan saja. Sebab, kalau kita sudah mantap, maka bisnis yang kita jalankan sekarang ini tentu akan semakin mantap meraih kesuksesan.

Sudah banyak terbukti, bahwa pengusaha yang menggunakan gaya berwirausaha “Kejuraganan” terbukti usahanya sukses. Gaya ini menempatkan 4 fungsi manajemen, yakni produksi, pemasaran, sumber daya manusia, dan keuangan, terpusat pada pengusahanya. Teman saya sendiri sukses luar biasa dengan gaya tersebut.

Pada juragan biasanya lebih suka bekerja seperti karyawan saja, dan jangan heran kalau kita kemudian menjadi sulit untuk membedakan perannya. Bisa sewaktu-waktu menjadi pengusaha atau pemilik bisnis, bisnis juga sebagai karyawan, sebagai keuangan, dan lain sebagainya. Itu sekali lagi karena ke-4 fungsi manajemen dilakukannya sendiri. Sementara karyawannya yang bekerja di perusahaannya, hanya berfungsi melaksanakan tugas atau delegasi teknis saja. Sementara itu, ada teman saya yang lain asyik menjalankan bisbis begitu dengan gigih menggunakan gaya berwirausaha “manajerial”. Artinya ke-4 fungsi manajemen didelegasikan kepada para manajer di perusahaan. Dan, ternyata gaya “manajerial” ini pun sama-sama bisa berhasil meraih sukses.

Gaya manajerial kita amati memang cenderung membuat kita lebih berani mendelegasikan dan bertanggung jawab pada manajer atau karyawan kita. Kita juga mendorong mereka untuk memberikan peluang meningkatkan prestasi. Pemperdayaan seperti ini tak ada pada gaya “Kejuraganan”. Menghadapi 2 pilihan itu, akhirnya memang tergantung kita sendiri. Kita mau pilih gaya berwirausaha yang mana yang kita suka. Apakah kita akan memilih “manajerial” ataupun “Kejuraganan”? yang penting semua itu tergantung kemantapan kita

Bisnis Keluarga

October 6, 2009 by admin
Filed under: Jadi Entrepreneur

imagesAda sebuah referensi menarik yang pernah saya baca, bahwa kebanyakan bisnis di negara barat, khususnya Amerika, adalah bisnis keluarga. Hanya saja, bisnis semacam itu bisa jadi besar atau jadi satu kekuatan ekonomi, asal saja ada kekompakan dalam keluarga.

Selain itu, mereka juga harus memiliki jiwa entrepreneur. Memang tujuan paling urgent bagi bisnis keluarga adalah dapat menghasilkan keuntungan, dan memberikan yang terbaik bagi anak-anaknya.

Saya akui, memang ada kekuatan dan kelemahan dari bisnis keluarga. Kekuatannya, yaitu ada suatu kepercayaan lebih pada keluarga itu sendiri dibandingkan pada orang lain. Dan, jika pemilik atau anggota keluarga bisa melayani langsung pada pelanggan atau konsumen tentu mereka akan merasakan pelayanan khusus.

Sementara, kelemahannya adalah bisnisnya akan terganggu jika ada masalah keluarga masuk dalam operasional bisnis. Sebab, bagaimanapun yang namanya bisnis keluarga, tentu banyak berkaitan dengan emosi, perlakuan, keamanan, di samping soal produktivitas, keuntungan dan pencapaian tujuan bisnis itu sendiri.

Contohnya, ada pasangan suami istri jadi pengusaha, maka, bisnis mereka akan berhasil jika mereka bisa jadi partner bisnis yang baik. Tapi jika tidak, pengalaman yang menyakitkan akan mereka alami.

Menurut pakar Entrepreneurship, Charles Kuehl, kelemahan suami istri yang sama-sama pengusaha itu, yaitu mereka akan terlau sering bersama-sama. Perbincangan di rumah kerap kali didominasi masalah bisnis. Jika terjadi perceraian, mengakibatkan suramnya bisnis mereka.

Sedangkan keuntungannya adalah pasangan keluarga ini biasanya dapat bekerja lebih lama untuk membuat bisnisnya sukses. Dan, mereka juga dapat berganti shift berjaga di rumah dan di kantor.

Lantas bagaimana jika dalam bisnis tersebut anak-anak mereka juga ikut serta? Saya rasa, hal ini sah-sah saja. Oleh karena hal itu sudah merupakan bagian dari hidup mereka. Mesti ada juga pakar yang berpendapat, bahwa bisnis seperti itu kerap kali tak bisa berkembang dengan baik bila telah dimiliki oleh generasi kedua.

Menurut saya, kemungkinan itu terjadi kalau generasi kedua tadi memang tak memiliki jiwa entrepreneur. Atau karena mereka memang tak ingin berada di bawah bayang-bayang kesuksesan orang tuanya.

Oleh karena itu, menurut saya, tidak ada masalah jika ingin mengembangkan bisnis keluarga, asal saja tetap ada kekompakkan dan jiwa entrepreneur yang terus dikembangkan. Apalagi, bisnis keluarga ini mempunyai fleksibilitas tinggi, terutama dalam operasional bisnisnya.

Namun, bagaimanapun kita harus menyadari, bahwa bisnis keluarga itu ada kelemahannya, dan bagaimana kita bisa menutupinya. Tapi saya yakin, jika kita menjadi Entrepreneur sejati pasti akan mampu mempertimbangkan, mana yang terbaik untuk dipilih demi masa depan bisnis keluarga.