Sistem Monitoring pada Franchising
Page view: 232 times
Category: Article
Sistem monitoring merupakan nyawa bagi franchisor. Kesalahan pada sistem monitoring bisa mengakibatkan kebangkrutan dan kejatuhan brand.
Jangan pernah meremehkan sistem monitoring. Bagi franchisor, ini adalah nyawa usahanya dan nyawa mereknya. Tanpa sistem monitoring yang baik, franchisor tidak akan tahu apa yang dilakukan terhadap usahanya. Justru dengan sistem monitoring, franchisor bisa mengarahkan franchisee untuk mengikuti standar yang diinginkannya. Karena biasanya, franchisee yang tidak mengikuti standar dari franchisor, umumnya gagal menjalankan usaha.
Menurut Royandi Junus, Pengamat franchise dari IFBM, sistem monitoring dalam franchising adalah cara franchisor menilai apakah pengetahuan yang di-transfer kepada franchisee telah dijalankan secara benar atau tidak. Apakah franchisee sudah menjalankan usahanya tersebut sesuai dengan SOP-nya atau tidak. Sebab, Franchising merupakan duplikasi experience. Jika sistem ini tak dilakukan, maka sulit meraih kesuksesan.
Dijelaskan, sistem monitoring juga merupakan cara agar franchisee menjalankan bisnisnya persis seperti yang franchisor lakukan. Dengan begitu diharapkan faktor kesuksesan akan lebih besar. "Franchisee yang sukses adalah franchisee yang bisa bekerja sama dengan franchisor. Dan itu bisa dibuktikan saat monitoring. Kalau dia tak bisa kerja sama dengan franchisor dalam artian tak meniru apa yang telah dikerjakan oleh franchisor tentunya kemungkinan kegagalan lebih besar dibandingkan kalau dia meniru franchisornya," kata Royandi.
Franchisor yang tidak memiliki sistem monitoring, tandas Royandi, berarti dia telah mempertaruhkan brand-nya dan nama baik mereknya. Selain itu, sistem monitoring berkait juga dengan royalti. Setidaknya, sistem monitoring bisa menutupi ketakutan franchisor jika franchisee melakukan “kenakalan-kenakalan”. Kalau tidak ada sistem monitoring bagaimana franchisor tahu floting terutama dalam hal keuangan, sudah benar atau tidak," katanya.
Keuntungan memiliki sistem monitoring yang baik, tutur Royandi, antara lain outlet franchisee akan beroperasi seperti halnya outlet-nya franchisor. Konsumen, tidak akan bisa membedakan apakah itu outlet yang dimiliki franchisee atau franchisor, karena sistemnya berjalan sangat serupa. Di mata konsumen itu benar-benar tak ada bedanya. Kedua, franchisor bisa menjaga satandar dan tipikal setiap outlet, sehingga brand image bisa terjaga. Ketiga, bisa menutupi ketakutan franchisor mengenai kesalahan operasional dan keuangan.
Rumitkah monitoring dijalankan? Menurut Royandi, sama sekali tidak. Hanya saja ini merupakan kebiasaan baru dalam suatu perusahaan, khususnya perusahaan yang baru menjadi franchisor. "Pekerjaan ini kan memang agak lain. Bayangkan, franchisee itu kan investor. Dia duduk setara dengan franchisor. Tapi dia adalah orang yang tak berpengalaman. Memberi tahu partner bisnis yang tak berpengalaman uniknya begitu. Kita tak bisa menyuruh. Mungkin kita hanya bisa membujuk tepatnya," katanya.
Dan, untuk monitoring, lanjut Royandi, bagi franchisee bisa saja merasa seperti dimata-matai. Padahal monitoring itu intinya memberi supporting. "Jadi, yang mesti dibangun adalah bagaimana orang yang melakukan monitoring ini datang dan franchisee tau bahwa ia dibantu," ungkapnya.
Monitoring biasanya dibantu dengan sistem IT. Tapi, pada kenyataannya, sistem IT yang ada di Indonesia ini rapuh. Karena biasanya, sistem IT yang sudah ada dibongkar-bongkar untuk kebutuhan tertentu. "Dan mestinya, franchisor menggunakan perusahaan IT yang sudah besar, dan establish yang telah melewati proses try and error," kata Royandi.
Menurut Royandi, ada tips yang memudahkan franchisor melakukan monitoring. Yaitu disiplin. Disiplin sesuai waktu yang dikerjakan dan selalu ada laporannya. Nah, laporan ini harus selalu dibaca. Kadang, kata Royandi, laporan tak pernah dibaca sehingga hasil monitoring tak diketahui. Tahunya ketika sudah parah. "Makanya, di sebuah organisasi franchisor antara training, monitoring, dan operation harus di bawah satu decision," katanya seraya menambahkan, franchisor harus tahu di mana kekuatannya dan di mana kelemahannya, karena setiap bisnis berbeda.
Royandi menjelaskan, monitoring yang buruk bisa saja mengakibatkan kebangkrutan. Sebaliknya, sistem monitoring yang baik bisa meningkatkan kinerja setiap outlet franchisee. Karena monitoring berarti juga bimbingan kepada franchisee. "Franchisor kan punya wawasannya. Dia mengerti bisnisnya. Dia tau aturan mainnya. Dia juga punya pengalamannya. Bila ada kecenderungan yang bisa membuat sales-nya naik, dia akan masuk ke sana. Begitu pun sebaliknya. Franchisee kan tak tau itu. Sedangkan franchisor kan punya pengalaman. Melalui monitoring dia bisa kasih tau franchisee, terutama bila terjadi suatu hal yang luar biasa," kata Royandi.
No comments:
Post a Comment